Kamis, 9 Januari 2025 14:59

WALHI Jabar Terima Aduan Dugaan Komersialisasi Mata Air Cihampelas

Penulis : Bubun Munawar
Ilustrasi sumber mata air
Ilustrasi sumber mata air [Foto: Shutter Stock]

Limawaktu.id, Kabupaten Bandung – Warga Kampung Cibolerang Desa Cinunuk Kabupaten Bandung mengadukan dugaan dikomersilkannya Mata Air Cihampelas oleh Pemerintah Desa Cinunuk dan pemilik tanah kepada salah satu perusahaan diwilayah mereka.

Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat Wahyudin Iwang mengungkapkan, Pada 7 Januari 2025, tiga orang warga dari kampung tersebut juga telah menjelaskan secara detil bahwa mata air tersebut memiliki nilai sejarah yang penting bagi masyarakat dua desa. Lebih jauh dari itu mata air tersebut selama berpuluh tahun lamamya telah menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat untuk dua desa yaitu desa Cinunuk dan desa Ciherang.

Mengapa mata air Cihampelas memiliki nilai sejarah penting, tepat di lokasi mata air terdapat tujuh mata air yang telah mengairi pertanian warga selama kurang lebih 30-40 puluh tahun lamanya, satu tahun sekali warga sering melakukan kegiatan yang biasa dinamakan Ngaruat lemah Cai, sebagai wujud terima kasih warga karena sudah memberikan kesuburan air yang dimamfaatkan selama turun temurun,

“Bentuk lainnya adalah upaya warga dalam rangka menjaga dan melindungi mata air yang telah menghidupi masyarakat untuk dua desa. secara kepemilikan tanah yang terdapat di dalamnya mata air menurut keterangan warga adalah lahan warisan yang bentuk legalitas tanahnya di sebut ‘SEGEL” sehingga lokasi yang telah berpindah kepada perusahaan adalah tanah warisan yang telah di lepas oleh keluarga Wiratma, “ terang Wahyudin Iwang dalam siaran pers yang diterima Limawaktu.id, Kamis, 9 Januari 2025.

Menurut dia,  mestinya pemerintah desa ambil sikap untuk mempertahankan agar mata air tersebut tidak di privatisasi oleh perusahaan, peluang anggarannya ada bisa menggunakan ADD atau anggaran P4D untuk menyelamatkan mata air tersebut agar tidakj berpindah kepada pihak lain.

Masyarakat setempat meletakan  mata air tersebut sebagai kebutuhan utama meraka, berpuluh tahun lamanya mandi, cuci kakus mereka di mata air tersebut, jauh dari itu sebagian warga di Kampung Cibolerang dan Kmapung Sukahayu  memiliki lahan persawahan seluas kurang lebih 40 Ha yang telah di airi oleh mata air tesebut, dan juga sebagai warga lain memamfaatkan mata air tersebut untuk peternakan ikan.

“Semua itu saat ini tinggalah cerita karena mulai sejak tahun 2010 telah masuk perusahaan PDAM yang telah memanfaatkan mata air tersebut untuk kebutuhan air perusahaan, tak henti di PDAM, pada tahun 2015 telah masuk satu perusahan lagi yaitu PT. Kreasi Papan yang beregarak di salah satu penyaluran air kepada perusahaan PT.Lonsum dan beberapa perusahan air kemasan lain. Akibatnya saat ini persawahan warga tidak lagi dapat terairi karena satu-satunya air yang mengari persawahan warga yaitu mata air Cihampelas,” katanya.

Selain itu, jelas Wahyudin Iwang,  warga dari dua desa sudah tidak bisa lagi memanfaatkan secara lansung untuk kebutuhan mandi,cuci dan kakus.

 Sementara itu Walhi juga menduga proses perencanaan kegiatan dan permohonan kelengkapan perijinan bagi dua perusahaan tersebut baik PDAM maupun PT.Kreasi Papan tidak dilakukan secara partispatif dan transparan, hal ini terkonformasi oleh kehadiran warga ketika Walhi konfirmasi, jawaban warga tidak pernah ada undangan serta sosialisasi yang melibatkkan mereka. \

Dia menjelaskan,  selain tidak ada keterbukaan terkait perijinan kedua perusahaan tersebut, upaya warga dalam memperjuangkan mata air tersebut malah mendapat tekanan dan intimidasi yang berujung kriminalisasi, pada tahun 2019 satu orang warga di penjarakan karena menyampaikan keberatan ketika lahan persawahannya tidak lagi terairi oleh mata air yang telah di ambil alih perusahaan.

“Dugaan lain pengambilan air oleh dua perusahaan dilakukan secara berlebihan sehingga masyarakat di dua desa tidak bisa lagi memamfaatkan mata air tersebut untuk kebutuhan sehari-hari warga maupun kebutuhan untuk mengairi persawasan warga yang bertani,” jelasnya.

 Atas permasalahan tersebut,  Walhi meminta kepada Bupati Kabupaten Bandung agara dapat melakukan mediasi yang salah satu tujuannya yaitu Mencari solusi yang tepat dan mengembalikan fungsi mata air yang berpuluh tahun sudah di gunakan warga dari dua desa.

Selain itu, Bupati membuat pertemuan yang dapat memanggil perwakilan warga terdampak, kepala desa, DLH, DPMPST serta perwakilan anggota dewan untuk memusyawarahkan secara konferehenship terkait keluahan warga selama kurang lebih 15 belas tahun lamanya.

“kami juga meminta stop intimidasi yang berujung kriminalisasi kepada warga yang memilki hak untuk memperjuangkan mata air untuk kepentingan khayalak publik,” pungkasnya.

 

Baca Lainnya