Kamis, 16 April 2020 20:08

Wakil Rakyat Rapid Test Pakai Uang Negara, Pengamat: Ya, Mestinya Malu!

Anggota DPRD Kabupaten Bandung Barat (KBB) dan 34 pejabat eselon II Pemkab KBB menjalani rapid test
Anggota DPRD Kabupaten Bandung Barat (KBB) dan 34 pejabat eselon II Pemkab KBB menjalani rapid test [Fery Bangkit]

Limawaktu.id - Sebanyak 50 Anggota DPRD Kabupaten Bandung Barat (KBB) dan 34 pejabat eselon II Pemkab KBB menjalani rapid test pada Kamis (16/4/2029). Selanjutnya, akan menyusul untuk para pejabat eselon III.

"Ini sebenarnya masuk kategori B, tapi untuk kategori A tetap jalan, kita kembali perhitungkan alat rapidnya. Namun, sambil berjalan saja," ungkap Hernawan, Kepala Dinas Kesehatan KBB, Kamis (16/4/2020).

Menurut Hernawan, kategori B juga rentan terpapar COVID-19. Lantaran pejabat kerap kali berkontak dengan banyak orang. Maka rapid test dinilai perlu dilakukan pada lingkungan pejabat pemerintahan.

"Jadi kita berjalan beriringan tanpa melupakan rencana prioritas kategori A yang sedang berjalan," ujarnya.

Selain di lingkungan para pejabat, rapid test yang dilakukan ini merupakan langkah menuju tes masif saat PSBB diterapkan Rabu (22/4) depan. Sementara ini, ketersediaan tes kit di KBB ada sekitar 2000 pcs, termasuk yang sudah terpakai oleh paramedis yang ada di barisan depan, ODP, PDP, keluarga PDP, dan beberapa kategori B.

"Jumlah yang terpakai itu sekitar 1200 alat rapid. Agar lebih efektif efisien, kita juga harus memperhitungkan beberapa faktor, salah satunya pemetaan di wilayah yang banyak terpapar positif COVID-19," terangnya.

Namun, rapid test kali ini menuai kritik dari berbagai dari warga dan pengamat kebijakan publik. Bukan soal test cepatnya, melainkan anggaran negara yang dipakainya.
Mereka menganggap, semestinya yang harus menjadi prioritas melakukan rapid test adalah masyarakat yang di lingkungannya ditemukan suspect Covid-19.

"Anggota DPR RI di Jakarta saja tidak berani rapid test pakai uang negara. Kenapa di KBB melakukannya? Apa gak bisa pake uang sendiri? Biarlah alat rapid test yang ada dipakai buat masyarakat," kata salah seorang warga, Iwan (35).

Ketua Pusat Kajian Politik Ekonomi dan Pembangunan (Puskapolekbang) KBB, Holid Nurjamil menilai, anggota dewan semestinya lebih peka tidak membebankan biaya rapid test ke negara. Apalagi kondisi saat ini semua anggaran SKPD dipotong untuk penganan Covid-19, sesuai dengan arahan dari Kemendagri bahwa APBD harus dianggarkan minimal 50% bagi penanganan bencana non alam ini.

"Ya mestinya malu. Wakil rakyat di pusat (DPR RI) saja dikritik habis-habisan saat mereka mau pakai uang negara untuk rapid test, tapi di KBB malah dilakukan. Apa tidak bisa anggota dewan melakukan rapid test mandiri, toh biayanya juga tidak lebih dari Rp1 juta?" katanya.

Menurutnya, keberadaan alat rapid test itu semestinya diperuntukan bagi masyarakat KBB yang belum tentu semua mampu jika harus melakukan test mandiri. Apalagi saat ini ada beberapa kecamatan yang sudah mulai kedatangan para pemudik dari zona merah yang menjadi status ODP. Bahkan di wilayah selatan saja, untuk satu kecamatan sudah ada sekitar 1.700 pemudik dari Jakarta dan sekitarnya yang pulang ke rumah mereka.

"Jumlah 50 alat rapid test sangat berharga, apalagi Dinkes juga mengaku kekurangan alat rapid test karena permintaan warga yang ingin ditest melebihi kuota. Makanya saya sangat menyayangkan sikap para anggota dewan tersebut," tegasnya.

Ketua DPRD KBB Rismanto menyebutkan, kegiatan rapid test ini dilakukan sesuai prosedur normatif dimana pihak Sekretariat Dewan mengajukan permohonan ke dinas terkait. Anggota DPRD sebagai pejabat publik menjadi elemen yang harus melakukan rapid test. Ini dikarenakan dalam kegiatan kesehariannya sering bertemu dengan banyak orang. Terkait dengan anggaran pihaknya tidak mengetahui besarannya, karena semua sudah ditanggung penyelenggara.

"Kami hanya mengikuti jadwal, dan baru kali ini dilakukan rapid test. Semua anggota dewan diundang untuk ikut, untuk alat dan anggaran semua ditanggung oleh pihak penyelenggara (dinas)," ucapnya.

Baca Lainnya