Senin, 29 Juli 2024 12:30

Pungutan Liar Rp3,4 Miliar di SMA Cirebon, Ono Surono: Perlu Evaluasi Total

Penulis : Isnur
Ketua DPD PDI Perjuangan Ono Surono menyoroti soal pungutan sekolah berkedok sumbangan Yang mencapai Rp3,4 militar Di satu sekolah di Cirebon.
Ketua DPD PDI Perjuangan Ono Surono menyoroti soal pungutan sekolah berkedok sumbangan Yang mencapai Rp3,4 militar Di satu sekolah di Cirebon. [Istimewa]

LIMAWAKTU.ID, BANDUNG - Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024 di Jawa Barat, baik di tingkat SMP maupun SMA, terus mendapat keluhan dari orang tua siswa. Keluhan ini mencakup masalah sistem zonasi hingga pungutan liar yang dikemas sebagai sumbangan partisipasi.

Ono Surono, Bakal Calon Gubernur Jawa Barat, turut menyoroti masalah ini. Melalui video yang diunggah di akun TikTok @ono_surono pada Minggu (27/7), Ono mengungkapkan keluhan dari orang tua siswa terkait pungutan liar di sebuah SMA di Kota Cirebon.

"Baru-baru ini saya menerima sejumlah foto melalui WhatsApp. Foto-foto tersebut menunjukkan adanya pertemuan antara komite sekolah atau pihak sekolah dengan orang tua siswa di salah satu SMA di Jawa Barat," ujar Ono dalam video tersebut.

Ono menjelaskan, dari foto-foto tersebut terlihat bahwa kebutuhan partisipasi yang diminta mencapai Rp 3.315.500.000, dibagi untuk 349 siswa, sehingga setiap siswa harus membayar Rp 9.500.000.

"Dalam foto itu juga terdapat informasi bahwa biaya tersebut mencakup subsidi silang untuk siswa penerima KIP dan delapan standar program," tambah Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat ini.

Selain itu, ada juga foto yang menunjukkan rekapitulasi rencana anggaran untuk kelas 10 dengan total yang sama, yaitu Rp 3.315.500.000. Ada juga bukti transfer sebesar Rp 7.500.530 ke rekening BJB atas nama Bendahara Komite SMA Negeri 1 Cirebon, dengan keterangan "Sumbangan Komite Sekolah."

"Saya ingin mengetahui apakah sumbangan partisipasi ini benar-benar sah sesuai dengan regulasi yang ditetapkan oleh Pemprov Jawa Barat melalui Dinas Pendidikan Jawa Barat," tegas Ono.

Ono juga menekankan pentingnya verifikasi apakah rapat tersebut benar-benar disetujui oleh semua orang tua siswa, baik yang hadir maupun tidak hadir. "Mari, Bapak dan Ibu, terutama kepada Pak Pj Gubernur dan Kadisdik Jabar, kita cek bersama-sama. Apakah rapat itu benar terjadi? Apakah orang tua siswa yang hadir atau tidak hadir tidak keberatan membayar partisipasi sebesar Rp 9,5 juta?" cetusnya.

Saat dikonfirmasi, Ono mengatakan bahwa pungutan liar ini mungkin tidak hanya terjadi di Kota Cirebon, tetapi juga di sejumlah daerah di Jawa Barat. "Akibatnya, hanya siswa dengan orang tua yang mampu yang bisa bersekolah di sekolah favorit, sementara siswa dari golongan kurang mampu tidak sanggup membayar dan akhirnya putus sekolah," ujarnya pada Senin (29/7).

Ono mengungkapkan bahwa inilah yang menyebabkan rata-rata lama pendidikan di Jawa Barat hanya sampai kelas 2 SMP, karena biaya untuk melanjutkan ke jenjang lebih tinggi sangat mahal. Ia mengimbau agar ke depannya ada evaluasi total terkait pelaksanaan pendidikan di Jawa Barat, khususnya untuk SMA dan SMK.

"Masalah PPDB ini selalu terulang setiap tahun, mulai dari sistem zonasi hingga pungutan liar yang memberatkan orang tua siswa. Tidak bisa terus seperti ini," tandas anggota DPR RI ini. (*)

 

Baca Lainnya