Kamis, 16 Mei 2024 10:37

Plh. Kapuspen Kemendagri Tekankan Komitmen Keterbukaan Pengelolaan Informasi PJB

Penulis : Bubun Munawar
Pelaksana Harian ,Kepala Pusat Penerangan,Kementerian Dalam Negeri, Aang Witarsa Rofik membuka kegiatan Bimbingan Teknis  Pengelolaan Informasi Barang dan Jasa Pemerintah serta Administrasi Keuangan Daerah di Merlynn Park Hotel, Jakarta, Rabu (15/5/2024)
Pelaksana Harian ,Kepala Pusat Penerangan, Kementerian Dalam Negeri, Aang Witarsa Rofik membuka kegiatan Bimbingan Teknis Pengelolaan Informasi Barang dan Jasa Pemerintah serta Administrasi Keuangan Daerah di Merlynn Park Hotel, Jakarta, Rabu (15/5/2024) [Puspen Kemendagri]

Limawaktu.id, Jakarta - Pelaksana Harian (Plh.) Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Aang Witarsa Rofik menekankan pentingnya komitmen pemerintah daerah (Pemda) terhadap keterbukaan informasi pengadaan barang dan jasa (PJB). Tujuan utama keterbukaan informasi publik adalah memastikan bahwa lembaga negara lebih akuntabel dan kredibel dengan menyediakan informasi dan dokumen informasi publik sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

“Banyak sekali dinamika yang memang menjadi hal-hal yang perlu kita sama-sama pahami, sama-sama kita memiliki komitmen dan tentunya [ini] tidak mudah,” katanya saat membuka kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengelolaan Informasi Barang dan Jasa Pemerintah serta Administrasi Keuangan Daerah di Merlynn Park Hotel, Jakarta, Rabu (15/5/2024).

Aang menjelaskan, sudah menjadi hak rakyat untuk mengetahui informasi yang berkaitan dengan kinerja atau penyelenggaraan negara sebagai wujud pertanggungjawaban negara terhadap rakyat. Hal ini sebagaimana diamanatkan di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

Selain itu, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 juga telah mengamanatkan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (PBJ) dilaksanakan dengan menerapkan prinsip efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel. Secara teknis, keterbukaan informasi publik di bidang PBJ telah diatur juga oleh Komisi Informasi Pusat melalui Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik.

Dalam kesempatan itu, Aang mencoba memastikan implementasi UU KIP dan aturan turunannya benar-benar dipahami oleh Pemda, sekaligus meneguhkan komitmen mereka dalam mengimplementasikan UU yang diterbitkan 16 tahun silam tersebut. Apalagi ketika hal ini dikaitkan dengan pengelolaan informasi pengadaan barang dan jasa yang menjadi perhatian masyarakat.

“Publik juga [memberikan atensi] perhatiannya terkait dengan keterbukaan pengelolaan informasi barang dan jasa mulai dari perencanaan, pemilihan. dan pelaksanaannya. Informasi PJB termasuk salah satu informasi berkala yang wajib diumumkan secara berkala" imbuhnya.

Aang melanjutkan, implementasi KIP seharusnya bisa lebih baik di era keterbukaan informasi seperti sekarang. Terlebih, era konvergensi media saat ini membuat tidak ada lagi sekat-sekat publik mendapatkan berbagai informasi.

Namun demikian, pemahaman soal keterbukaan informasi juga mesti disesuaikan dengan dinamika masyarakat yang terjadi. “Kalau bicara tentang membaca dan mengerti aturan kita sama-sama mengetahui secara eksplisit, tetapi bagaimana memahami ketika kita dihadapkan dengan dinamika masyarakat secara langsung tentunya harus juga kita memahami informasi mana saja yang dikecualikan,” ungkapnya.

Dia mengakui, pengelolaan informasi yang berkaitan dengan barang/jasa dan administrasinya memang tidak mudah. Namun, setidaknya ada dua hal penting yang dapat dijadikan pegangan. Pertama, aturan, dan kedua analisis urgensi kepentingannya dari mendapatkan informasi tersebut.

Di satu sisi, Aang menekankan kembali soal komitmen, pemahaman dan literasi terkait KIP secara khusus informasi pengadaan barang dan jasa. Di sisi lain, ia juga meminta Pemda agar mampu menganalisis jenis-jenis informasi yang dikecualikan, seperti: Informasi yang bisa menghambat proses penegakan hukum, mengganggu kepentingan perlindungan HAKI dan perlindungan persaingan usaha tidak sehat, membahayakan pertahanan dan keamanan negara, mengungkapkan kekayaan alam Indonesia, mengganggu ketahanan ekonomi nasional dan sebagainya yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang–Undang.

“Kita juga perlu menganalisa apa kepentingannya, apa niatnya dari pemohon informasi dan tentunya kita juga memiliki rambu-rambu, hak, terkait dengan informasi yang dikecualikan,” tandasnya.

Baca Lainnya