Limawaktu.id - Jeratan jeruji besi enam tahun silam bisa dibilang sempat mematikan kreatifitas Cucu Suryaman (44) sebagai pengrajin senapan.
Sebab, ditahun 2013, warga RT02/03, Kampung Cipacing, Desa Cipacing, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang itu terjerat kasus hukum.
Ia divonis hukuman penjara 6 tahun karena menjual senjata api kepada teroris. Saat itu, ia mengaku tidak mengetahui jika pembeli adalah jaringan dari teroris. Alasan ia membuat senjata api dikarenakan harga senapan angin saat itu tengah pasang surut.
"Dulu harga murah dijual (senapan angin) tapi bahan baku mahal sedangkan dulu (senjata api) bahannya lebih murah dari pada senapan angin. Tergiur iming-iming (uang) juga," katanya Cucu, belum lama ini.
Masa kelam itu dilaluinya selama tiga tahun. Sebab, ditahun 2016, Cucu keluar penjara sebab ikut program pembebasan bersyarat. Dari sana, dirinya bertekad tidak lagi membuat senjata api.
Setelah menjalani masa tahanan, ia kembali merinitis usaha senapan anginnya yang diwarisi turun temurun dari sesepuh mereka. Cucu memiliki keterampilan membuat senapan angin dari sang kakek almarhum H. Eyalya dan sesepuh setempat H. Albar.
Desa Cipacing, dikenal di Indonesia sejak tahun 1960 sebagai wilayah yang banyak memproduksi senapan angin. Puluhan warga disana berprofesi sebagai pengrajin dan memiliki bisnis rumahan yaitu senapan angin yang dipakai oleh masyarakat seluruh Indonesia bahkan di dunia internasional.
Cucu menuturkan, sebelum kemerdekaan, warga Cipacing mulai membuat senapan angin untuk berjuang melawan penjajah. Terlebih kakeknya sendiri pada saat itu bekerja di salah satu perusahaan yang kini bernama PT Pindad. Dari sana, kakeknya berinovasi membuat senapan angin.
Dua hal tersebut, menurutnya tonggak pertama yang membuat Desa Cipacing dikenal sebagai produsen senapan angin. Periode tahun 1960-an, produksi senapan angin mulai berorientasi kepada bisnis dan mulai bermunculan pengrajin yang saat itu jumlahnya mencapai 10 orang warga.
"Tahun 1964 hingga tahun 1970an, penjualan senapan angin berkembang pesat. Dulu, bapak, H Maman Karli membuat senapan dan langsung sendiri menjualnya ke Jakarta," ujar bapak sembilan anak ini.
Menurutnya, pada tahun 1971, ayahnya berinisiatif membuka kios yang menjual senapan angin dipinggir jalan raya Rancaekek, Kabupaten Bandung. Penjualan senapan dengan membuka kios merupakan yang pertama kali ada dilakukan ayahnya.
Kemudian, H. Dahlan Supardi, mantan guru yang juga kakeknya dari ibu turut memasarkan produk senapan angin hingga ke Kalimantan dan lainnya. Pemasaran yang luas membuat produk senapan angin Cipacing dikenal luas. Bahkan, tidak hanya dari Cipacing, produk dari Cikeruh dan Galumpit dipasarkan keluar pulau Jawa oleh kakeknya tersebut.
"H. Dahlan saat itu membentuk koperasi Bina Karya Cipacing hingga berlanjut dipimpin oleh Pak Idih. Selama itu pula terjadi pasang surut. Pada 2013, saya kemudian membuat koperasi sendiri di wilayah Cipacing yaitu Koperasi Cipacing Mandiri," bebernya.
Ia menuturkan, sejak mendirikan koperasi dan menjalani hukuman. Pada 2014, banyak permintaan dari masyarakat yang ingin membeli senapan angin dengan model terbaru. Saat ini, produksi senapan angin yang dijual relatif berjalan dengan baik.
Menurutnya, pihaknya berharap agar para pengrajin bisa bekerjasama dalam membangun Cipacing dan koperasi. Sementara itu, kepada pemerintah, beberapa pengrajin ada yang terkendala oleh modal oleh karena itu diharapkan perhatian pemerintah.
Sejak 2012 jenis senapan angin yang diproduksi tidak lagi manual atau harus dipompa. Saat ini banyak senapan angin yang menggunakan sistem gas tekan. Beberapa model diantaranya Bocap dan Predator.
Harga rata-rata senapan angin yang dijual dari mulai Rp 1,5 juta hingga Rp 16 juta. Tiap pengrajin bisa menjual 50-100 senapan angin perbulan. Dirinya mengungkapkan penggunaan senapan angin saat ini banyak dipakai untuk lomba.
"Dulu monoton, sekarang kita modifikasi. Kita juga diberikan kepuasan membuat model yang lain asa kalibernya tidak boleh melebihi 4,5 ke atas," katanya.
Cucu mengatakan saat ini di Cipacing jumlah pengrajin mencapai 30 orang. Mereka mayoritas adalah keluarga yang turun temurun memproduksi senapan angin. Seluruh produk di Cipacing pun sudah tersebar di seluruh Indonesia. Kedepan, ia berharap bisa menjual produknya ke luar negeri.
"Saya sedang membangun regulasi untuk ekspor karena kita tersendat regulasi. Pengiriman karena ada administrasi yang ditempuh, harus ada HAKI dan rekom dari mabes polri. Itu lagi ditempuh," jelasnya.