Limawaktu.id - Penetapan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) tahun 2020 di Kabupaten Bandung Barat (KBB) masih mandek. Kenaikan sebesar 8,51 persen mendapat penolakan dari buruh sebab mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.
Bupati Bandung Barat, Aa Umbara Sutisna, mengatakan, terkait penetapan UMK tersebut pihaknya baru sebatas melakukan diskusi dengan serikat buruh. Dalam beberapa hari kedepan pihaknya akan kembali mengadakan rapat untuk mencari solusinya.
"Kita akan rapatkan lagi (penetapan UMK) dengan buruh dalam waktu dua atau tiga hari. Kita akan bahas semuanya, Insya Allah akan selesai," ujarnya saat ditemui di Lembang, Kamis (14/11/2019).
Saat disinggung penetapan UMK akan tetap menggunakan PP 78 tahun 2015 atau menggunakan kebijakan khusus, Aa Umbara juga belum bisa memastikan. "Nanti kita lihat dari hasil diskusi," kata Aa Umbara.
Sekretaris Konsulat Cabang Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (KC FSPMI) Bandung Barat, Dede Rahmat, menilai jika penetapan UMK mengaju pada PP 78, hanya akan merugikan buruh karena bisa menurunkan daya beli dan menghilangkan hak berunding serikat buruh dalam penentuan kenaikan upah. "Kita meminta keberpihakan Bupati untuk tidak menggunakan rumusan PP 78/2015 dalam rekomendasi UMK yang dibawa dalam rapat dewan pengupahan," ujarnya.
Ia mengatakan, jika berkaca pada tahun sebelumnya, dalam rapat Lembaga Kerja Sama Tripartit (LKST) untuk membahas penetapan UMK biasanya selalu muncul dua usulan nominal upah, yakni dari asosiasi pengusaha (Apindo) dan kedua nominal upah dari serikat pekerja.
"Kita tidak memaksakan bupati harus mengambil rekomendasikan angka dari serikat pekerja. Yang pasti kami berharap rekomendasi yang diputuskan bupati tak sesuai dengan PP 78/2015," pungkasnya.