Limawaktu.id - Menjadi tuna daksa (kehilangan kaki) akibat kecelakaan kerja tak membuat Uwes Kurni terpuruk. Pria 31 tahun itu tetap bangkit dan berwirausaha.
Warga Kampung Cibungbulang RT 01 RW 11, Desa Cisomang Barat, Kecamatan Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat (KBB) kini membuka warung kopi difabel.
Sekilas, memang tak ada yang aneh dari pria kelahiran 8 Februari 1987 . Namun, siapa sangka, ia kehilangan kakinya akibat mengalami kecelakaan kerja di Jakarta saat usianya masih 24 tahun.


Tragisnya lagi, kecelakaan kerja itu dialaminya tepat empat hari sebelum bertunangan dengan kekasihnya. Setahun kemudian, atau saat Uwes berulang tahun yang ke-25, sepasang kakinya harus diamputasi karena terjadi pembusukan.
"Saya belum berkeluarga, karena lebih dulu kecelakaan. Waktu itu saya minta calon tunangan saya untuk menikah dengan lelaki lain," kata Uwes, Rabu (3/4/2019).
Ia diamputasi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Kota Bandung. Pulang dari RSHS, bapaknya meninggal dunia, yang membuat Uwes semakin terpuruk.
"Habis diamputasi itu saya enggak mau keluar rumah, enggak mau ketemu orang lain selama setahun. Saya sempat ngegedrop," tutur pria lulusan SD itu.
Ditengah keterpurukannya itu, Uwes mendapat sunitak semangat dari teman-temannya. Kemudian, ia pun aktif dalam Perkumpulan Penyandang disabilitas Indonesia (PPDI).
Belakangan, bersama saudaranya yang juga disabilitas, Wildan Wiguna (25), ia membuka Warung Difabel Bersatu, sebagai tempat berkumpul dan berbagi dengan sesama disabilitas. Setiap Jumat, Warung tersebut biasa jadi tempat berkumpul difabel di Cikalongwetan. Kegiatan ngaliwet atau olahraga bareng sesekali dibikin.
"Warung ini sebenarnya ide dari Babinsa di sini, lalu kami diberi modal Rp 100 ribu oleh donatur buat beli kopi. Respon dari warga di sini ternyata cukup bagus, sehingga warung ini dijadikan tempat kumpul teman-teman, termasuk para difabel," bebernya.
Kalau ada pertandingan Persib, warung tersebut jadi semakin ramai lantaran digelar nonton bareng Persib. "Rekan-rekan bobotoh juga menyumbang kaos dan syal buat dijual, serta uang Rp 500 ribu buat modal usaha di warung ini," ucapnya.
Sebagai penyandang disabilitas, Uwes mengakui, banyak orang yang merasa kasihan terhadap kondisi fisiknya bahkan mirisnya lagi, keadaan fisiknya yang tidak 'sempurna' ini disarankan orang untuk mendapatkan rupiah melalui jalan mengemis.
"Tapi saya tidak mau, karena saya mampu mencari rezeki, dulu juga sebelum buka warung kopi ini saya sempat berjualan pulsa," ungkapnya.
Meski serba kesulitan, Uwes menerangkan, hidup berdua dengan keponakannya karena empat saudara kandung beserta ayah dan ibunya telah meninggal dunia, semangat dalam hidupnya tetap bergejolak.
"Jangan kasihan melihat tubuh kami yang seperti ini tapi kasihan lah pada mereka yang tegap melangkah namun lumpuh di dalam semangat," tandasnya.