Limawaktu.id - Berdasarkan hasil riset, daun Stevia memiliki rasa manis sekitar 200-300 kali dari gula biasa, namun memiliki nol kalori.
Hasil riset itulah yang membuat produsen yang bekerjasama dengan lembaga penelitian Universitas Padjajaran (Unpad) tertarik untuk memanfaatkannya sebagai sumber bahan baku produk.
Atas dasar itulah, kemudian tim peneliti dari Unpad mencoba untuk membudidayakan tanaman Stevia di kawasan lahan Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Utara, tepatnya di Petak 55, RPH Cikole, BKPH Lembang, Desa Cikidang, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Tim yang dipimpin oleh Wakil Rektor III Bidang Riset, Pengabdian Kepada Masyarakat, Kerja Sama, Inovasi, dan Usaha, Dr Keri Lestari ini, mencoba mengembangkan tanaman Stevia yang dapat menjadi bahan baku pengganti gula yang rendah kalori sehingga bisa mencegah penyakit diabetes melitus.
Keri menjelaskan, Unpad memiliki konsep transformatif learning yakni pembelajaran yang didasarkan riset terkait dengan pengabdian masyarakat. Melalui pembudidayaan tanaman Stevia ini diharapkan dapat mengoptimalisasikan kawasan hutan lindung yang selama ini hanya ditanami kopi.
"Ini dikarenakan karakteristik Stevia yang memiliki fungsi konservasi, tidak merusak tanah, dan bisa dipanen berkali-kali tanpa harus mencabut akarnya," jelas Keri, Selasa (4/12/2018).
Pada riset dan KKN tematik lapangan ini, pihaknya melibatkan langsung mahasiswa, petani, LMDH, masyarakat, hingga entrepreneur. Mereka harus paham proses lini per lininya mulai dari menanam, produksi, packaging, marketing, hingga penyediaan bahan bakunya. Di sinilah kerja sama dengan pihak Perhutani menjadi sangat strategis dalam pendayagunaan lahan dan sebagai support program Rehabilitasi Hutan Lindung (RHL).
"Melalui sistem riset hilirisasi ini kami juga ingin mengembangkan social technopreneurship. Yakni teknologi tepat guna yang memiliki dampak kepada kesejahteraan masyarakat serta dalam pengembangannya juga melibatkan masyarakat secara langsung," ucapnya.
Berdasarkan pengamatannya, masyarakat di sekitar hutan saat ini hanya mengandalkan mata pencaharian dari menanam kopi. Sayangnya masa panen kopi bisa dilakukan setahun sekali dan hasil panen itu hanya cukup untuk membiayai hidup selama 5-6 bulan.
Melalui pembudidayaan tanaman Stevia ini, semoga bisa mengisi kekosongan penghasilan masyarakat karena nilai ekonomisnya tinggi dan pemeliharaannya juga tidak sulit. "Produsen yang siap membeli bahan baku daun Stevia sudah ada karena pengenalan produk dilakukan dari dua tahun lalu dan optimalisasi produksinya dari setahun ke belakang. Sekarang tinggal ke petaninya diberi arahan bagaimana menjaga hutan dan tanaman yang ditanam sehingga Perhutani juga merasakan keuntungan dengan terjaganya kawasan mereka," pungkasnya.
Sementara itu, Administratur (Adm) Perhutani KPH Bandung Utara, Komarudin mendukung penuh tim riset Unpad dalam mengembangkan tanaman Stevia di wilayah Bandung Utara. Pasalnya, keberadaan tanaman yang dapat menjadi bahan baku pengganti gula rendah kalori ini, bisa menekan pertumbuhan gulma yang seringkali membuat tanaman kopi menurun produktivitasnya
.
"Kami mengapresiasi dan mendukung penuh riset dan pembudidayaan Stevia. Sebab sebagian besar kawasan di KPH Bandung Utara adalah hutan lindung sehingga pemanfaatannya masih terbatas dan yang diperbolehkan adalah dari hasil hutan bukan kayu," terangnya.
Diakuinya, selama ini telah membuat program pelibatan masyarakat dengan penanaman di bawah tegakan dengan jenis pohon kopi. Tapi kendala panennya satu tahun sekali, sehingga diantara masa panen dan penanaman harus ada hasil jangka pendek yang menguntungkan secara ekonomi bagi masyarakat. Semoga hasil riset soal pemanfaatan tanaman Stevia ini bisa menjadi solusi peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan.
Curah hujan tinggi dan kontur tanah yang relatif subur di kawasan Bandung Utara diyakini bisa membuat Stevia tumbuh dengan baik. Di sisi lain pertumbuhan gulma di bawah kopi juga sangat cepat sehingga mengganggu produktivitas kopi dan butuh tenaga dari petani untuk pemeliharaan dan pembersihan gulma. Sehingga kehadiran Stevia sebagai tanaman bawah selain tanaman pokok kehutanan dan kopi sebagai tanaman perdu bisa membuat petani bersemangat dalam menjaga lahan.
"Stevia nilai ekonomisnya bagus, menjanjikan, produknya ada, dan industri pengolahnya juga ada. Jadi ketika menanam Stevia otomatis petani juga menjaga tanaman kopi dari serangan gulma. Apalagi memanen Stevia adalah dengan memotong daun sekitar 10 cm di atas tanah jadi tidak merusak kontur tanah," sebutnya.
Menurutnya, jika ujicoba ini berhasil maka pihaknya siap menyiapkan lahan seluas 1 hektare dengan kontur tanah yang lebih datar. Perawatan Stevia juga relatif mudah karena tidak ada pengolahan tanah intensif beda dengan tanaman sayuran. Untuk sistem mulsa juga tidak memakai plastik, tapi memanfaatkan bahan di alam sepeti dari dedaunan. Sehingga ketika dedaunannya membusuk bisa menjadi pupuk organik dan membuat tanah lebih subur.
"Ini wujud menjaga kelestarian hutan sekaligus mengoptimalkan manfaat ekonominya. Ini juga sebagai solusi bagi pemerintah akan kebutuhan gula, karena Stevia untuk pemanis buatan yang berbahan organik maka akan lebih sehat dari gula rafinasi," tandas Komarudin.