Cimahi - Tarif angkutan umum atau angkot di Kota Cimahi kemungkinan bakal mengalami kenaikan karena imbas dari Corona Virus Disease (Covid-19).
Rencana kenaikan tersebut akan dikaji Dinas Perhubungan Kota Cimahi bersama Organisasi Angkatan Darat (organda), Kelompok Kerja Unit (KKU), lalu akan berkoodrinasi dengan Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat.
"Akan secepatnya kita komunikasikan di untuk membicarakan tarif baru. Pasti kan harus disesuaikan. Kemungkinan maksimal 30 persen naiknya," kata Kepala Seksi Angkutan pada Dinas Perhubungan Kota Cimahi, Ranto Sitanggang, Senin (15/6/2020).
Ada berbagai pertimbangan yang membuat rencana penyesuaian tarif baru mengemuka. Di antaranya pembatasan 70 persen maksimal penumpang sesuai amanat dari Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 41 Tahun 2020.
Dengan pembatasan tersebut, maka sudah jelas pemilik angkot dilarang untuk mengangkut penumpang sesuai kapasitas maksimal. Sementara disatu sisi, kata Ranto, pemilik angkot harus mengeluarkan biaya untuk kebutuhan protokol kesehatan seperti handsaniziter dan penyemprotan disinfektan untuk mengatisipasi penularan Covid-19.
"Ini kan berpengaruh terhadap jasa layanan angkutan dan pasti akan berpengaruh terhadap tarif. Untuk menutupi biaya operasional kan dari mana kalau tidak penyesuaian tarif," jelas Ranto.
Kemudian yang akan jadi pertimbangan dalam penyesuaian tarif baru ini, kata Ranto, tentu saja kondisi ekonom masyarakat yang bisa dikatakan menurun dengan adanya pandemi Covid-19.
"Kemudian jangan sampai nantinya juga malah membunuh (keberadaan) angkotnya. Makannya kita akan bicarakan dengan Organda, KKU, Dishub Jabar," tegas Ranto.
Ia mengungkapkan, sejak adanya pandemi Covid-19 yang diikuti berbagai anjuran seperti diam di rumah hingga kapasitas angkutan maksimal 50 persen membuat okupansi penumpang angkot turun drastis hingga 70 persen.
Akibatnya, dari sekitar 300 lebih unit angkot yang tersebar di empat trayek, yakni Cimindi-Pasar Antri, Cibeber-Pasar Antri via Contong, Cibeber-Pasar Antri via Leuwigajah dan Cimindi-Citeureup, tercatat hanya sekitar 30 persen yang beroperasi.
"Hasil komunikasi dengan KKU turunnya sangat drastis, sekitar 70 persen," ujarnya.