Limawaktu.id,- Aliansi Serikat Pekerja dan Serikat buruh Kota Cimahi mendesak pemerintah untuk menetapkan Upah Minimum Kota (UMK) tahun 2022 naik sebesar 10% dari UMK sebelumnya. Mereka juga menuntut agar pemerintah mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan dan pembatalan Undang-undang Cipta Kerja No.11 Tahun 2020.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Serikat Buruh Sejahtera Seluruh Indonesia (SBSI) 1992 Asep Djamaludin mengungkapkan, salah satu pencapaian kesejahteraan bagi pekerja/buruh di Indonesia adalah dengan dilaksanakannya upah layak untuk pekerja/buruh disetiap perusahaan. Hari ini di Indonesia, mekanisme penetapan Upah Minimum bersandar pada Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 2021 tentang Pengupahan atas perubahan PP No.78 Tahun 2015.
:Harapan pencapaian pencapaian kesejahteraan buruh tersebut dapat dipastikan akan menjadi mimpi semata,” unglapnya, Senin (8/11/2021).
Menurutnya, kenaikan UMK tahun depan harus dilakukan pemerintah, karena berdasarkan pada penghitungan yang dilakukan oleh Aliansi SP/SB terhadap UMK dan KHL setiap tahunnya selama 5 (lima) tahun terakhir, selalu terdapat selisih nilai kekurangan mencapai 10% - 15% dari besaran KHL yang ditetapkan setiap tahunnya. Sebagai contoh KHL Kota Cimahi tahun 2020 yang diterapkan pada tahun 2021 adalah Rp.3.241.929,- akan tetapi KHL hasil survey yang dilakukan pada tahun 2020 adalah sebesar Rp.3.635.772,-. Dari nilai tersebut, Pekerja/Buruh harus menanggung kekurangan belanja pada tahun 2021 mencapai 12,4%.
Hal ini tentu saja memberatkan pada kehidupan buruh. Sementara itu, kondisi objektif pada hari ini pun belum berpihak pada buruh. Dampak Pandemi Covid 19 sejak Tahun 2019 telah berakibat pada penurunan daya beli buruh (masyarakat) hingga 60%, karena banyak pekerja/buruh yang di rumahkan dengan upah alakadarnya, serta PHK dengan pesangon alakadarnya.
“ Dengan latar belakang di atas, jelas tidak ada alasan bagi Pemerintah untuk tidak menaikan UMK Kota Cimahi Tahun 2022. Jika tidak ada kenaikan, maka kami akan menggelar aksi kawal UMK,” jelasnya.
Dia menyebutkan, Kondisi Pertumbuhan Ekonomi Nasional semakin meningkat sejak kuartal II tahun 2021 sebesesar 7,07%. Sementara berbagai Stimulus telah diberikan kepada Para Pengusaha, namun disisi lain, daya beli masyarakat buruh yang semakin rendah.
“Saat ini, bahwa harga pangan, sandang dan papan semakin melejit. Yang tidak kalah penting dengan naiknya Upah Pekrja/Buruh Tahun 2022 adalah turut mendorong program Recoveru Ekonomi Nasional pasca Pandemi Covid 19.
“Pelaksanaan penetapan upah minimum dengan mekanisme standar PP 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan jelas semakin mengkebiri Hak Rakyat untuk Hidup Layak, dimana teknis penetapan Upah dibuat agar tidak ada kenaikan,” tuturnya.