Rabu, 26 Maret 2025 15:18

Haedar Nashir Minta Pelaku Korupsi Mereformasi Diri

Penulis : Wawan Gunawan
Ketua Umum Muhammadiyah melakukan silaturahmi  Media di di Kantor PP Muhammadiyah
Ketua Umum Muhammadiyah melakukan silaturahmi Media di di Kantor PP Muhammadiyah [Istimewa]

Limawaktu.id, Yogyakarta – Pola hidup yang selalu merasa kurang dan ketidakpuasan yang terus menerus menjadi salah satu penyebab dari maraknya perilaku korupsi di Indonesia yang kini sudah tidak bisa dibendung.

“Coba lihat mereka yang melakukan korupsi, itu kan pada umumnya mereka yang tidak berlebih sebenarnya, bukan yang kekurangan. Mengapa kok masih korupsi? Karena merasa kurang terus,” ungkap Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir, dikutip Swara Muhammadiyah, Rabu, 26 Maret 2025.

Karenanya, kata Haedar, pelaku korupsi atau koruptor hendaknya perlu mereformasi diri. Dengan mengubah paradigma menumbuhkan semangat berbagi kepada orang lain, niscaya orang lain akan merasakan kebahagiaan sekaligus kebermanfaatannya.

“Jadi energinya positif. Bahkan ketika ada orang berkesempatan untuk korupsi dia tidak jadi. Karena betapa hinanya saya ketika banyak warga bangsa yang memerlukan pertolongan, kok dengan mengambil uang negara,” katanya.

Haedar menyebut, jika setiap para pemimpin dan elite menerapkan spirit tersebut dalam ruang lingkup kehidupan keberagamaan, Ia percaya akan terjadi pengurangan kasus korupsi. Bahkan, tidak menutup kemungkinan korupsi tidak bakal terjadi kembali.

“Kita coba lakukan pendekatan dengan kegembiraan beragama, ketulusan beragama, beragama dengan tengahan. Saya yakin ada proses yang signifikan, di mana agama dan umat beragama punya kontribusi besar untuk membangun keadaban bangsa, bahkan juga mencegah hal-hal buruk dalam kehidupan kebangsaan,” jelasnya.

Karena itu, Muhammadiyah telah menyebarluaskan paham keagamaan bersifat tawasuth (tengahan, moderat). Yang menumbuhkan kegembiraan, ketulusan, semangat berbagi, bahkan semangat untuk saling memajukan sesama. 

“Lalu agama tidak diberi beban-beban yang berlebih, di luar kapasitasnya. Dan ini pun saya pikir menjadi energi kolektif bangsa ini. Itu yang perlu kita hidupkan sekarang ini,” ulasnya.

Bersamaan dengan itu, Guru Besar Sosiologi UMY tersebut menambahkan bahwa kegembiraan dalam beragama sejatinya dapat diterapkan dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan.

“Hal itu tentu penting dalam membangun ekosistem bangsa. Dalam kehidupan bernegara, kita bisa teladani tokoh-tokoh bangsa yang lahir pada perjuangan kemerdekaan,” tekannya.

Dalam konteks kehidupan sosial, ia menekankan bahwa nilai-nilai agama yang dijalankan dengan penuh kesadaran akan melahirkan etika sosial yang kuat. Hal ini tidak hanya menciptakan lingkungan yang harmonis, tetapi juga memperkuat integritas dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pemerintahan dan birokrasi.

Baca Lainnya

Topik Populer

Berita Populer