Limawaktu.id, Kota Bandung - Dengan berbagai upaya Gabungan Serikat Pekerja/Serikat Buruh Jawa Barat sudah meyakinkan dan mengajukan permohonan kepada Pj. Gubernur Jawa Barat untuk menerbitkan kembali kebijakan tentang Penyesuaian Upah Bagi Pekerja/Buruh yang masa kerjanya sudah 1 (satu) tahun atau lebih untuk tahun 2024, namun nampaknya Pj. Gubernur Jawa Barat tidak mempedulikan kondisi ekonomi buruh yang semakin merosot dan tidak menghiraukan tuntutan para pekerja/buruh Jawa Barat.
“Gabungan Serikat Pekerja/Serikat Buruh Jawa Barat yang terdiri dari 24 Serikat Pekerja/Serikat Buruh tingkat Provinsi Jawa Barat terpaksa akan melakukan AKSI Unjuk Rasa secara besar-besaran di Kantor Gubernur Jawa Barat, Rumah Dinas Gubernur dan Kantor Disnakertrans Provinsi Jawa Barat pada tanggal 23, 24 dan 25 September 2024,” terang Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jawa Barat Roy Jinto, dalam keterangab pers yang diterima Limawaktu.id, Jum’at, 20 Seoptemeber 2024.
Menurutnya akasi unjuk rasa dilakukan sebagai bentuk protes terhadap Pj. Gubernur Jawa Barat yang tidak peduli terhadap kelangsungan ekonomi pekerja/buruh dan dianggap tidak cakap menjadi kepala Daerah Provinsi Jawa Barat sebagai basis industri terbesar dikawasan Asia Tenggara.
Dia mebyebutkan, aksi unjuk rasa Gabungan Serikat Pekerja/Serikat Buruh Jawa Barat adalah untuk mendesak Pj. Gubernur Jawa Barat agar menerbitkan Surat Keputusan tentang Penyesuaian Upah Bagi Pekerja/Buruh yang masa kerjanya sudah 1 (satu) tahun atau lebih untuk tahun 2024.
“Tuntan lainnya Tolak Penambahan Dana Pensiun dan Tolak Penetapan Upah Minimum Tahun 2025 berdasarkan PP 51/2023,” sebutnya.
Dia menjelaskan, upah merupakan hak yang pundamental bagi pekerja/buruh, perjuangan upah pekerja/buruh masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih untuk Tahun 2024 sampai saat ini belum ditetapkan oleh PJ Gubernur Jawa Barat, sehingga banyak pekerja/buruh dengan masa kerja 1 (satu) Tahun lebih 2024 belum mendapatkan kenaikkan upah. kebijakan Penetapan Upah pekerja/buruh 1 (satu) tahun atau lebih sudah berjalan selama dua (2) yaitu Tahun 2022 dan Tahun 2023.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat mencapai 4.95 persen (y-o-y) dan inflasi 2,78 persen (y-o-y) sedangkan kenaikkan upah minimum UMK Tahun 2024 hanya berkisar 1 persen bahkan ada yang naik hanya 11 ribu s.d 13 ribu dalam satu bulan.
“Hal ini tidak mengambarkan keadilan buat kaum buruh hal tersebut akibat dari UU Cipta Kerja dan PP No. 21 Tahun 2023 yang sangat merugikan kaum buruh,” jelasnya.
Dikatakannya, Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) merupakan jaring pengaman ( safety net) hanya berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) Tahun, sedangkan untuk pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih harus di atas upah minimum yang diatur dalam struktur skala upah, namun aturan tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya sampai saat ini dan Pemerintah Jawa Barat tidak berdaya dan tidak menindak perusahaan yang tidak melaksanakan struktur dan skala upah tersebut.
Maka Gubernur Jawa Barat pada tahun 2022 dan 2023 mengeluarkan Keputusan Gubernur (KEPGUB) mengenai Penyesuaian Kenaikkan Upah Bagi Pekerja/Buruh dengan masa kerja 1 (satu) Tahun atau lebih sebagai pedomanan pengusaha dan pekerja untuk melakukan negosiasi/perundingan upah di perusahaan masing-masing.
Tak hanya itu, kata Jinto, APINDO Jawa Barat telah mengajukan pengujian terhadap KEPGUB tersebut dengan mengajukan gugatan ke PTUN Bandung PUTUSAN NOMOR Bandung Nomor 22/G/2023/PTUN-BDG tertanggal 31 Juli 2023, , melakukan Banding ke PTTUN Jakarta PUTUSAN NOMOR 266/B/2023/PT.TUN.JKT tertanggal 18 Desember 2023 dan bahkan melakukan Kasasi ke Mahkamah Agung RI PUTUSAN NOMOR 188K/TUN/2024 tertanggal 2 Juli 2024 yang pada pokoknya gugatan APINDO JAWA BARAT tersebut di Tolak dan putusan mengenai perkara tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde)
“Jelas dalam pertimbangan Mahakamah Agung RI dalam putusannya pada pokoknya menyatakan KEPGUB tersebut sebagai pedoman untuk melakukan perundingan, dan merupakan kewenangan GUBERNUR untuk menetapkan KEPGUB tersebut dan KEPGUB tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dengan demikian GUBERNUR JAWA BARAT tidak melanggar UU untuk menerbitkan KEPGUB tersebut untuk Tahun 2024 didasarkan pada pertimbangan putusan Mahkamah Agung RI,” pungkasnya.