Limawaktu.id, Kota Cimahi - Belasan eks buruh PT. Matahari Sentosa Jaya mendatangi kediaman pemilik perusahaan yang berada didalam lokasi perusahaan, di Jalan Joyodikromo RW 07 Kelurahan Utama Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi. Kedatangan belasan eks buruh PT. Marahari Sentosa Jaya tersebut untuk mempertanyakan dugaan keberadaan aparat yang sudah sebulan berada di kediaman pemilik perusahaan yang saat ini diduga sudah berada di luar negeri.
“Kami mempertanyakan legal standing dari oknum aparat yang saat ini berada di lokasi kediaman pemilik perusahaan PT. Matahari SEntosa Jaya, namun mereka tidak bisa menunjukan legal standing secara sah, “ terang Pengacara buruh PT. Matahari Sentosa Jaya, Yusral Supit ,SH, Sabtu, 12 April 2025.
Menurut Yusral, awalnya terjadi perselisihan karyawan dengan pihak perusahaan di PT Matahari Sentosa Jaya, Pimpinan Perusahaan PT. Matahari Sentosa Jaya mengeluarkan Surat dengan Nomor 0925 / MSJ /Lo /XI/ 2018. Tentang Penutupan Perusahaan, Yang ditandatangani langsung oleh pemilik perusahaan PT. Matahari Sentosa Jaya, Sung Chung Yao. Dampak dari penutupan perusahaan tersebut kurang lebih 1510 orang karyawan/ti PT. Matahari Sentosa Jaya mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dan juga tidak diberikan hak- hak pesangon sesuai dengan amanat Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku pada saat itu.
“Sehubungan dengan tidak dipenuhinya hak-hak pesangon tersebut maka Karyawa/ti PT. Matahari Sentosa Jaya yang berjumlah 1510 orang melakukan gugatan perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung,” katanya.
Dia melanjutkan, 14 Agustus 2019 Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung mengeluarkan putusan nomor 120 / Pdt.sus.PHI /2019, dengan keputusan pihak perusahaan harus membayar pesangon buruh yang terkena PHK, namun hingga enam tahun putusan pengadilan tersebut tidak dilaksanakan oleh pihak perusahaan.
“Jumlah hak buruh yang harus dipenuhi oleh pihak perusahaan nilainya mencapai Rp79.7 Miliar namun sudah enam tahun berjalan belum dilaksanakan oleh pihak perusahaan padahal aturan hukum tertinggi adalah putusan pengadilan,” paparnya.
Dia menjelaskan, sehubungan dengan tidak dilaksanakannya isi putusan tersebut dan tidak dilakukan pembayaran pesangon terhadap karyawan/ti PT. Matahari Sentosa Jaya, maka karyawan/ti PT. Matahari Sentosa Jaya mengajukan sita persamaan / eksekusi terhadap sebagian aset-aset PT. Matahari Sentosa Jaya yang terdiri dari Sertifikat Tanah dan Bangunan diatas nya yang berjumlah 26 (dua puluh enam) sertifikat, serta jenis-jenis mesin produksi yang terdiri dari 92 (Sembilan puluh dua) jenis yg berjumlah total 1145 (seribu seratus empat lima) mesin.
“ Namun dari aset yang ada, Aset-aset PT. Matahari Sentosa Jaya ternyata sudah di jaminkan kepada Bank Rakyat Indonesia (BRI) oleh pihak perusahaan PT. Matahari Sentosa Jaya,” jelasnya.
Informasi yang berhasil dihimpun Limawaktu.id, persoalan antara buruh dan perushaan PT. Matahari Sentosa Jaya tersebut juga sudah disampaikan ke presiden melalui surat yang dikirim oleh Pimpinan Cabang Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Kota Cimahi. Namun hingga saat ini belum ada respon dari pihak istana.
“Soal respon sampai saat ini belum ada, namun yang terpenting adalah pemerintah sudah diwakili oleh pengadilan dengan putusannya supaya perusahaan memberikan hak para buruh,” tegasnya.
Dia menyebutkan, saat ini di lokasi rumah pemilik perusahaan diduga dijaga oleh aparat berseragam Brimob dari Kelapa Dua. Pengacara dan para buruh mempertanyakan keberadaan mereka karena saat ditanyakan tidak memperlihatkan legal standing yang sah.
“Tupoksi mereka sebenarnya bukan disini, jadi jangan semena-mena sebagai penegak hukum,” sebutnya.
Sementara itu, salah satu eks buruh PT. Matahari Sentosa Jaya Agus Mukhdori mengaku, dampak dari PHK Sepihak yang dilakukan oleh PT. Matahari Sentosa Jaya adalah ada sekitar 69 eks buruh PT. Matahari Sentosa Jaya yang sudah meninggal dunia. Ada juga buruh suami isteri yang sama-sama bekerja terkena PHK, mereka hanya bisa pasrah dan tidak normal dengan kondisi yang ada.
“Pekerja yang di PHK ini tidak bekerja lagi untuk menutupi kebutuhan hidupnya ada yang menjadi ojek dan lain-lain atau kembali lagi ke kampong halamannya,” pungkasnya.
Sementara itu hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak perusahaan. Aparat yang ditanya oleh para buruh juga tidak bersedia untuk memberikan keterangannya.