Limawaktu.id, Kota Cimahi- Pemerintah Kota Cimahi secara resmi memutuskan status Darurat Sampah yang ditetapkan Wali Kota Cimahi Ngatiyana beberapa waktu lalu melalui keputusan Wali Kota Cimahi Nomor : 660/Kep.1792-DLH/2025. Tentang Tanggap Darurat Sampah di daerah Kota Cimahi, tanggal 21 sampai 27 April 2025.
Namun ditengah kondisi tersebut, keberadaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Sentiong di Kelurahan Cipageran Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi yang dibangun Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PU , belum bisa dimanfaatkan secara maksimal karena hingga hari ini belum ada serah terima dari Kementerian PU kepada Pemerintah Kota Cimahi.
Ketua Umum LSM Kompas Fajar Budhi Wibowo mengungkapkan, TPST Sentiong merupakan proyek yang dijanjikan sebagai oase di padang gersang persoalan limbah, justru menghadirkan keraguan yang makin pekat. Janji pengolahan 50 ton sampah per hari, bak gema di lembah kosong, nyaring, namun tanpa gema nyata.

“Kami, LSM KOMPAS (Koordinat Masyarakat Pejuang Aspirasi), beberapa waktu lalu pernah menyikapi, namun sepertinya pemerintah dalam hal ini kementerian PU, tepatnya Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Jawa Barat agak menuli. Kami tidak akan bosan menyampaikan sikap kritis, termasuk atas klaim dan kinerja TPST Sentiong yang hingga hari ini masih jauh dari optimal,” terangnya, dalam keterangan tertulis yang diterima Limawaktu.id, Sabtu, 3 Mei 2025 .
Menurut dia, Keraguan ini bukan retorika, melainkan bersandar pada sejumlah fakta dan indikator nyata dari berbagai sumber. Kapasitas TPST Sentiong yang bisa mengolah sampah hingga 50 ton perhari pun kapasitas aktual yang tercapai baru 30 ton per hari, itupun masih fluktuatif karena proses adaptasi SDM dan mesin.
“Angka itu belum bukti. Angka itu baru niat. Kita butuh lebih dari niat. Sampai saat ini, kami belum pernah mendengar bila putaran mesin TPST Sentiong berhasil melahap 50 Ton per hari. Ambisi tak bisa hidup di ruang yang sempit tanpa rencana yang matang,” katanya.
Dia menjelaskan, hingga saat ini, belum pernah dilakukan audit terbuka atau kajian independen dari perguruan tinggi, BPK, atau lembaga lingkungan hidup yang mengkonfirmasi daya kerja harian TPST Sentiong.
“Transparansi bukan opsi. Ia adalah syarat untuk percaya. TPST ini masih dalam status pembinaan. Sampai saat ini sepertinya belum ada serah terima dari Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PU ke Pemerintah Kota Cimahi, sehingga keberadaaanya belum termanfaatkan. Untuk apa keberadaaanya bila tidak dimanfaatkan? apa hanya dalam rangka penyerapan anggaran semata?,” jelasnya.
Dia menyerukan kepada Kementerian PU khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya dan Pemerintah Kota Cimahi untuk segera melakukan serah terima dan mengoptimasi keberadaan PTST Sentiong serta menghentikan retorika yang melebihi realita,” paparnya.
Dia juga meminta Dinas Lingkungan Hidup untuk membuka data kinerja TPST secara berkala, DPRD Kota Cimahi, juga melakukan uji petik bersama LSM Kompas atas kapasitas mesin RDF TPST Santiong, dan Akademisi dan masyarakat sipil untuk melakukan pengawasan dan verifikasi lapangan, serta media lokal untuk menjadi mata dan suara publik dalam mencari kejelasan.
“ TPST Santiong bukan proyek prestise. Ia seharusnya jadi titik balik kesadaran ekologis Cimahi. Bila ia gagal, maka bukan hanya sampah yang busuk tapi juga sistem yang menutupinya dengan selimut angka,” tegasnya.
Sementara itu, anggota Komisi III DPRD Kota Cimahi H. Enang Sahri Lukmansyah mengatakan, Produksi sampah di Cimahi masih tinggi setiap hari ada 283 ton. Kalau di rata-ratakan perjiwa membuang sampah 0.5 sementara yang bisa diangkut sekitaran 180 ton / hari, itupun kalau TPA Sarimukti tidak ada gangguan .
“Kalau di akhir minggu ini kita bermasalah maka yang terjadi lautan sampah.Salah satu solusi Pemerintah Kota Cimahi mengajukan bantuan ke Pusat dan di buatkan TPST Sentiong kalo tidak salah anggarannya sampai Rp22 Miliar, dan saat ini masih uji coba yang di proyeksikan mengurangi timbunan sampai 50 ton perhari, namun dalam uji coba ini masih sekitaran 25 ton. Walau TPST Santiong berfungsi total tetap masih ada residu tinggi,” katanya.
Dia menyarankan, salah satu solusnya eksekutif dalam hal ini harus berjibaku sosialisasi tentang pilah sampah dari sumber yaitu rumah tangga .Optimalkan sosialisasi dengan aturan yang dipakai. Contoh sampah yang tidak di pilah sejak dari rumah ( Organik.an organik dan B3.), jangan di angkut.
“ Ingat kita tiap tahun menganggarkan buang sampah Rp48 Miliar. Sayang kalau membuang sampah saja biayanya cukup besar.maka mendingan cari solusi yang lebih efektif,” ujarnya.
Disilain, saat dikonfirmasi, Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PU melalui humasnya tidak secara rinci menjelaskan soal TPST Sentiong ini. Humas Ditjen Cipta Karya hanya membenarkan jika serah terima TPST Sentiong belum dilakukan.
“Terkait dengan serah terima TPST Sentiong direncanakan dilakukan pada awal Juli 2025,” sebut salah seorang staf Ditjen Ciptakarya kepada Limawaktu .id lewat pesan whatsapp.