Limawaktu.id,- Teror hingga penyerangan terhadap simbol agama, baik itu kiyai, ulama ataupun rumah ibadah yang terjadi belakangan ini kerap menjadi tanda tanya dari sejumlah pihak. Apalagi, pelaku teror kerap dicap gila.
Menurut psikolog Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) Cimahi, Miryam Ariadne Sigarlaki, secara psikologi orang gila dengan kategori tertentu bisa saja diperalat untuk melakukan hal-hal di luar nalar.
"Bisa saja digunakan sebagai 'alat' seseorang yang gila (tipe tertentu). Memang ada sifatnya agresif, memungkinkan melakukan hal-hal yang destruktif.," jelasnya saat dihubungi via pesan singkat, Rabu (28/2/2018).
Namun, kata Miryam, pelaku teror terhadap pemuga agama tentunya harus melalui tahap pemeriksaan baik secara medis maupun psikologis.
"Kalau disinyalir ada penyetingan itu juga harus melalui pemeriksaan pihak berwajib, kolaborasi dengan pemeriksaan medis dan psikologis," terangnya.
Hal senada juga diungkapkan Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Cimahi, dr. Fitriani Manan. Menurutnya, fenomena teror orang yang diduga gila terhadap pemuka agama yang dilakukan perlu dilakukan pemeriksaan lebih dalam.
Dikatakannya, pemeriksaan harus dilakukan ahli kejiwaan untuk mengetahui kebenaran apakah pelaku teror tersebut memang gila atau tidak.
“Kita gak usah su'udzon dulu karena kan sekarang mah serba dipolitisasi,” kata Fitriani.
“Harusnya ada pemeriksaan secara medis seperti misalnya ada pemeriksaan khusus dari tim kejiwaan yang menentukan itu memang bener atau tidak. Sakit jiwa atau pura-pura gila itu kan beda,” tambahnya.
Jika memang gila, jelas Fitriani, secara psikologi, orang gila itu ada yang bisa diatur, ada juga yang tidak bisa diatur. “Ada yang bisa dikendalikan ada yang tidak tergantung tingkat gangguan jiwa,” katanya.