Limawaktu.id - Tatapan Usman Hidayatulloh (40) sangat tajam tertuju pada permukaan air Waduk Saguling di Kampung Babakan Rongga, Desa Cihampelas, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat (KBB) pada Rabu (28/8/2019).
Ditangannya ada sebuah benda serupa senapan angin, namanya paser. Sebuah alat memancing ikan menggunakan alat tembak berupa angin. Ketika ada tanda-tanda ikan, seketika alat itu akan menghujam ikan. "Iya ini hanya sekedar hobby aja sama komunitas. Kadang hasilnya juga kita bagikan ke warga," ujar Usman.
Namun, aktifitas memancing menggunakan paser dimusim kemarau ini sangat bermasalah. Sebab, pendangkalan yang terjadi di Waduk Saguling sangat berpengaruh terhadap hasil tangkapan ikan. Jika kondisi air sedang normal, kata dia, ia dan teman-temannya bisa mendapatkan ikan 25-30 kilogram (kg). Namun karena airnya dangkal, ikan yang didapat pun rata-rata hanya sekitar 5 kg.
"Ikannya ada gabus, nila juga ada. Tapi sekarang susah, ini yang lokasi mancing udah dangkal. Dari permukaan ke bawah paling 4-5 meter," terangnya. Sementara itu, wajah penambak ikan di Waduk Saguling bernama Kohar (74) tampak tenang ketika mengangkat jaring sirib di atas rakit miliknya. Tangannya cekatan mengikat ujung tali jaring di sebuah tumpuan yang berada di depan pondok rakitnya.

Seketika, tali jaring itu ia lepaskan kembali setelah melihat hanya ada satu ikan sapu yang terjaring. Setelah setengah hari menghabiskan waktu di tepian Sungai Citarum, Kohar baru mendapatkan satu ikan gabus berukuran kecil.Minimnya ikan yang didapatkan Kohar, dipicu karena kian mendangkalnya Waduk Saguling. "Kalau lagi dangkal begini, dapat ikannya sedikit. Paling sehari hanya mendapatkan tiga sampai lima kilogram ikan saja," ujar Kohar.
Saat kondisi air normal, biasanya pria yang pernah bekerja sebagai kuli bangunan itu mendapatkan 10 hingga 30 kilogram ikan perharinya. Jenisnya pun beragam, mulai dari ikan gabus, nila, sepat dan ikan lele."Kalau ikan gabus biasanya untuk obat, satu kilogramnya dijual Rp 40 ribu. Kalau ikan nila dijual Rp 25 ribu satu kilogram di pasar," bebernya.
Ia pun jarang menjual hasil tangkapannya ke bandar atau pengepul, pasalnya harga yang ditawarkan sangat miring dan tak melihat kondisi cuaca. "Ikan nila kalau dijual ke bandar biasanya Rp 16 ribu perkilogramnya. Mau dalam kondisi kemarau atau hujan pun," ucapnya.Sejak air surut dua bulan yang lalu, ujar Kohar, banyak nelayan jaring sirib yang bercocok tanam di pulau-pulau kecil yang muncul pasca surutnya Sungai Citarum. "Ada yang menanam kacang panjang, mentimun dan aneka sayuran lainnya," kata Kohar yang baru sepuluh tahun menghabiskan hidupnya di tepian Sungai Citarum itu.