Penulis: Ashoff Murtadha, Direktur Studi Islam Bandung
Bagi yang belum menikah, serius lah mencari dan menemukan yang sekufu.
Yang dimaksud, bukan se-kufu hartawi. Tapi satu kufu dalam visi, dalam mindset, cara berpikir. Jika visi sudah sekufu, tidak masalah mendapatkan isteri kaya raya, sementara perempuan mendapatkan pemuda rupawan terbaik. Muhammad dan Khadijah, contoh pasangan kufu. Semua kisah hidup keduanya keindahan, sekalipun dalam penderitaan.
Ali dan Fathimah contoh lainnya. Nabi tidak menemukan kufu bagi puterinya selain Ali sepupu yang sudah beliau timang sejak Ali bayi, dan terus dididik sebagai kader pada masa-masa berikutnya.
Jika kita memaksakan diri menikahi orang yang tidak kufu visioner, nikah Anda sah. Tapi mungkin akan sering cekcok yang tidak perlu, dan itu terjadi karena ketidaksinkronan mindset. Jika mindsetnya sama-sama tidak diperbaiki, konflik terbuka atau diam-diam akan terus mengganggu.
Jika sudah begitu, biasanya, orang berpikir, ya sudah kita jalani saja hidup masing-masing. Keluarga dan masyarakat tidak perlu tahu bahwa rumah tangga diambang kehancuran. Di luar harus tetap terlihat harmonis, sekalipun didalam sedang miris.
Mereka memang sebaiknya bersabar, masing-masing pihak. Sabar termasuk menahan diri dari godaan yang bisa muncul akibat kondisi rumah tangga yang suram.
Apa yg dimaksud degan kufu agama itu terlalu luas, belum definitif. Apakah cukup dengan penilaian suka salat tepat waktu, atau pintar baca AlQuran saja? Apakah indikasi ini menjamin keluarga bahagia?
Ada seorang suami, secara fisik shaleh, bisa baca Al Quran, bisa bahasa Arab, birrul walidayn, lulusan santri. Menikah dengan perempuan cantik yang awalnya berjilbab, tapi punya masa lalu tidak berjilbab, senang jalan, namun pekerja keras.
Awalnya rumah tangga biasa berjalan. Tambah tahun, mulai terkuak perbedaan mindsetnya, visi hidupnya. Isterinya memutuskan jadi wanita karir dengan terbiasa pulang malam, sementara suami bekerja diluar kota dan hanya bertemu sabtu minggu. Itupun si suami lebih ingin dekat dengan ibunya di kotanya kerja, Yogya, sementara si isteri juga lebih sayang ibunya sehingga tetap ingin di Bandung.
Keduanya masih ada pertemuan karena sudah beranak tiga. Tetapi kehidupan rumah tangganya sebenarnya tidak berjalan dengan sehat, dan ingin terlihat baik-baik saja secara publik.
Apakah ini kasus satu-satunya? Tidak. Mungkin Anda tahu sebagiannya.
Dan mereka sebenarnya sedang menjerit mencari solusi.
Indikator kufu agama harus dimasukkan beberapa diantaranya:
1. Kecerdasan
2. Kerja keras
3. Memiliki cara pandang yang sama tentang agama
4. Saling menghargai
5. Mindset yang sama, visi yang sama
6. Tanggung jawab
Sebab, agama adalah akal, al-diinu aqlun. Jadi, agama bukan hanya tentang shalat atau al Quran, atau bahasa Arab.
Maka, kembali kepada yang belum menikah, seriuslah menemukan yang satu kufu: visi dan mindset.