Opini oleh : Endang Suherli, S.Psi
Saat ini banyak beredar tulisan dari para aktivis maupun netizen di sosial media yang menyatakan “saat ini DEmokrasi di negeri ini sedang tidak baik-baik saja”, sehingga harus ada upaya mengembalikan demokrasi pada jalurnya. Kondisi ini semakin dirasakan saat kontestan pemilu yang diharap-harapkan oleh banyak masyarakat justru berulang kali mengalami upaya penjegalan, bahkan disaat keputusan Mahkamah Konstitusi membuka peluang bagi sang kontestan bisa ikut dalam Pilkada tahun ini, DPR yang katanya kumpulan wakil rakyat itu dengan lancangnya menyanggah keputusan MK yang selama ini dianggap pantangan untuk dilanggar. Tidak sedikit para aktivis dan tokoh di negeri ini yang mengungkapkan demokrasi di negeri ini harus diselamatkan, bahkan tidak sedikit yang menyatakan hidup dan matinya untuk tegaknya demokrasi.
Perlu kita renungi sebagai seorang muslim, harusnya hidup dan mati kita hanyalah semata-mata untuk Allah Subhanahu wata’ala, itulah yang diucapkan dalam doa iftitah setiap kali kita sholat “inna shalātī wanusukī wamahyāya wamamātī liLlahi Rabbil ‘ālamīn” sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Rabb semesta alam. Kita beribadah kepada Allah dan menyerahkan hidup dan mati kita kepada Allah adalah konsekuesi dari keimanan kita kepada Allah, keimanan kita kepada Allah adalah keimanan kepada wujudnya Allah, sehingga kita mengimani bahwa Allah itu ada dan bukan beriman kepada suatu zat yang ilusi. Begitu juga disaat kita membela agama Allah dan Rasulullah sebagai wujud dari firman Allah:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن تَنصُرُواْ ٱللَّهَ يَنصُرۡكُمۡ وَيُثَبِّتۡ أَقۡدَامَكُمۡ
“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (QS. Muhammad [47]: 7)
Imam As-Suyuthi menjelaskan bahwa menolong “Allah” dalam ayat ini adalah menolong agamanya (Islam) dan menolong Rasul-Nya. Saat kita membela Islam dan membela Rasulullah pada hakikatnya kita membela sesuatu yang ada dan bukan ilusi, sebagaimana saat kita membela al-Qur’an yang kelak di akhirat akan memberikan syafa’at bagi yang membacanya.
Pertanyaannya adalah ketika ada orang yang membela demokrasi dan mempersembahkan hidup dan matinya untuk demokrasi, apakah nanti demokrasi akan membelanya di akhirat? Apakah demokrasi akan muncul di akhirat sebagai sosok atau zat yang akan memberikan syafa’at? Tentu jelas jawabannya tidak, karena memang demokrasi secara hakiki maupun secara ide sebagai sebuah pemikiran adalah sesuatu yang tidak ada.
Secara hakiki demokrasi tidak ada wujudnya dan tidak akan pernah muncul membela seseorang yang membelanya mati-matian. Sebagai sebuah pemikiran demokrasi adalah suatu ide yang utopis, meskipun demokrasi dikatakan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, namun pada hakikatnya hal itu hanyalah jargon yang tidak pernah terwujud. Dari sejak lahirnya ide demokrasi di barat maupun di negeri-negeri yang lain termasuk di negeri ini faktanya demokrasi senantiasa berpihak kepada para kapitalis (pemilik modal. konglomerat atau oligarki), itulah wajah asli demokrasi yang harus kita terima hari ini.
Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani jauh-jauh hari sudah mengingatkan dalam kitabnya Nizhamul Islam bahwa: “Saat demokrasi diterapkan di banyak negara yang menganut sistem kapitalisme saat ini, akan tetapi demokrasi kurang menonjol dibandingkan dengan sistem ekonominya (kapitalisme). Buktinya sistem kapitalisme di Barat ternyata sangat mempengaruhi elite kekuasaan (pemerintahan) sehingga mereka tunduk kepada para kapitalis. Bahkan hampir-hampir dapat dikatakan bahwa para kapitalislah yang menjadi penguasa sebenarnya di negara-negara yang menerapkan demokrasi ini.”
Hari-hari seperti ini semakin meneguhkan kita bahwa inilah eranya mulkan jabariyah (kekuasan yang diktator), sehingga sungguh telah buta mata dan hatinya jika ada yang tidak mampu merasakan zhalimnya penguasa. Namun ingatlah setelah era ini Rasulullah dalam bisyarahnya menyatakan akan kembalinya khilafah ‘ala minhaj an nubuwah.
Umat saat ini belum menjadikan Islam sebagai pemahaman, standar dan keyakinan mereka. Umat masih didominasi oleh ide sekularisme, yang melahirkan kapitalisme yang berselingkuh dengan sistem demokrasi. Umat masih mudah dirayu oleh guyuran bansos dan berbagai kepentingan sesaat. Inilah tugas kita saat ini, yaitu membina umat, berdakwah mengajak umat memeluk aqidah Islam dan menjadikan syariat Islam sebagai satu-satunya jalan hidup mereka, mengajak umat memperjuangkan Islam untuk diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan, hingga ide Islam menjadi opini umum yang mendorong umat untuk melakukan perubahan.
Aktivitas ini tidak perlu menunggu lima tahun lagi, aktivitas ini bisa segera bersama-sama kita lakukan, memberikan kesadaran kepada umat dan membangkitkan umat. Aktivitas yang tidak dilakukan partai-partai kepada umat. Insya Allah harapan itu masih ada, dan terbuka lebar ke depan, hingga Allah menurunkan pertolongan-Nya menjadikan negeri ini mendapat dukungan mayoritas umat untuk menerapkan Islam secara paripurna dengan diawali mengangkat pemimpin yang mengemban amanah menerapkan syari’at Islam secara kaffah dan mengemban dakwah ke seluruh dunia.
Ingatlah disaat yang dirasakan di hari-hari ini adalah kezhaliman yang semakin menjadi-jadi, sesungguhnya itu adalah isyarat akan semakin dekatnya pertolongan Allah, karena kezhaliman adalah lambang kegelapan, dan semakin gelap malam menjadi pertanda akan munculnya cahaya fajar. Maka semangatlah menjemput kemenangan, semangatlah berjuang, karena kemenangan itu insya Allah akan segera datang. Allah SWT berfirman:
أَلَيْسَ الصُّبْحُ بِقَرِيبٍ
“Bukankah subuh itu sudah dekat?.” (QS. Hud [11]:81)
Wallahu `a’lam bi ash-shawab.