Limawaktu.id,- Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Bandung menilai, kualitas pesta demokrasi menjadi tanggung jawab semua pihak. Untuk itu, pihaknya mengajak seluruh komponen masyarakat untuk pantang menyerah dalam melakukan pengawasan pelaksanaan pilgub jabar 2018 yang kini sedang memasuki tahap kampanye.
Pernyataan tersebut terangkum dalam kegiatan Sosialisasi Pojok Pengawasan Partisipatif Kepada Masyarakat pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Tahun 2018 di Hotel Harris, Selasa (20/2/2018). Kegiatan tersebut diikuti oleh sejumlah komponen masyarakat seperti pelajar, mahasiswa, aparat desa hingga tokoh agama.
Turut hadir pula Koordinator Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran Bawaslu Provinsi Jabar Yusup Kurnia, Kasubag TP3 Bawalu Provinsi Jabar Tulus Aripan, Koordinator Divisi Pencegahan dan Hubungan Antar lembaga Panwaslu Kab Bandung Hedi Ardia serta dua komisioner Panwaslu Kab. Bandung lainnya Ari Hariyanto dan Januar Solehuddin didaulat menjadi narasumber pada kegiatan tersebut.
"Pojok Pengawasan salah satu fasilitas yang disediakan Panwaslu memudahkan masyarakat mengakses informasi terkait hasil pengawasan yang dilakukan Panwaslu dan siapapun bisa mengaksesnya," kata Tulus.
Menurutnya, Pojok Pengawasan ini tidak hanya ada di Panwas tingkat kabupaten, tetapi di seluruh sekretariat Panwascam se-Kab Bandung. Melalui Pojok Pengawasan, masyarakat bisa mendapatkan informasi secara komprehensif mengenai pengawasan yang dilakukan Panwaslu.
Bahkan, Panwaslu akan menyajikan fakta dan data yang terkait pengawasan kontestasi elektoral. Terlebih, Bawaslu RI tengah memindahkan data-data manual ke dalam format digital. Data tersebut merupakan catatan-catatan Bawaslu mengenai pengawasan pemilu, baik pelanggaran administrasi, pengawasan mengenai pelanggaran pidana, dan penanganan sengketa.
"Ini dalam rangka bagaimana publik dapat mendapatkan akses seluas-luasnya apa yang dilakukan pengawas pemilu," ujarnya.
Sementara itu, Yusup Kurnia menambahkan, beberapa pelanggaran yang sering terjadi dalam setiap pelaksanaan pilkada adalah politik uang, penggunaan alat atau fasilitas negara, mobilisasi pegawai atau alat negara, penggunaan tempat dan sarana ibadah, dan lain sebagainya.
"Tidak bisa dipungkiri, pelanggaran politik uang yang Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) menjadi perhatian khusus bagi Bawaslu. Pemberi dan penerima sama-sama bisa dijerat hukum akan tetapi secara aplikasinya susah untuk dibuktikan," ucapnya.
Menurut dia, satu-satunya cara agar poltik uang ini dapat dibuktikan adalah melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT). Sehingga pengawas di lapangan dititikberatkan untuk menindak pelanggaran politik uang melalui cara OTT.
Pada kegiatan, tersebut animo peserta untuk melakukan tanya jawab terbilang tinggi. Sejumlah pertanyaan yang dikemukakan peserta pada kesempatan itu antara lain mengenai teknik pengawasan hingga pesimismenya terhadap pelaksanaan pemilu yang mampu melahirkan pemimpin berkualitas.
Menanggapi hal tersebut, Hedi Ardia mengutip pernyataan mantan Presiden Amerika Serikat David Eishenhower yang mengungkapkan, bahwa dengan pesimisme tidak akan pernah memenangkan pertempuran apapun. Maksudnya, Hedi mengajak semua pihak untuk tidak putus asa terhadap perbaikan kualitas demokrasi di republik ini.
"Demokrasi bangsa ini masih dalam tahap transisi menuju konsolidasi demokrasi. Wajar, kalau dalam perjalanannya masih banyak terdapat kegaduhan dan masalah disana-sini. Tapi, hal itu semestinya tidak lantas membuat kita menyerah akan lahirnya pemimpin yang bisa membawa bangsa ini sejajar dengan bangsa lain," ucapnya.
Mengenai teknik pengawasan, dijelaskan Hedi, ada dua mekanisme yang dilakukan Panwaslu yakni pencegahan dan penindakan. Tapi, dari keduanya, Panwaslu lebih menitikberatkan pada pencegahan ketimbang penindakan. Salah satu upaya pencegahan yang dilakukan adalah dengan terus melakukan edukasi politik kepada masyarakat.