Limawaktu.id,- Perselisihan lahan yang ditempati SMP Negeri 3 lembang tak kunjung selesai. Terbaru, Oting Gandamihardja warga yang mengaku pemilik tanah sekolah tersebut.
Dia menuntut Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bandung Barat membayar ganti rugi lahan SMP Negeri 3 Lembang sebesar Rp 20,1 miliar karena dirinya mengklaim sebagai pemilik sah atas lahan tersebut.
Kuasa dari Oting, Nanan Nandang Taryana mengungkapkan, Tahun 1964, Oting dan istrinya, Yuyu Yuhana membeli tanah seluas satu hektare dari ahli waris Adiwarta, almarhum Dodi Masdi. Tahun 1971, tanah tersebut dipakai untuk membangun sekolah pertanian karena Oting yang seorang pilot jarang ke Indonesia.
"Ternyata, pada 1988 diterbitkan sertifikat hak pakai atas nama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang didasarkan pada Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat," ungkapnya, Selasa (13/2/2018).
Bermula dari situ, lanjut dia, Yuyu Yuhana kemudian menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Niaga (PTUN) Bandung tahun 2000. PTUN Bandung mengabulkan permohonan tersebut. Begitu pun Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang banding ke PTUN Jakarta, namun dikalahkan lagi.
"BPN mengajukan peninjauan kembali, juga ditolak. Jadi, sampai ke tingkat Mahkamah Agung (MA), Pak Oting yang menang. Akhirnya, sertifikat itu dibatalkan," terangnya.
Berdasarkan putusan MA tersebut, Nanan menambahkan, harusnya tahun 2000 Oting mendapat uang ganti rugi lahan sebesar Rp 5,6 miliar yang sudah dianggarkan pemerintah pusat, akan tetapi uang tersebut tak pernah diterimanya. Padahal, pada 2010 Disdik Kabupaten Bandung telah mengeluarkan nota dinas kepada Disdik Bandung Barat terkait kejelasan aset SMPN 3 Lembang dan kewenangan untuk menyelesaikan permasalahan dengan Yuyu.
"Bu Yuyu sudah bolak-balik mencari kejelasan ganti rugi yang sudah ditetapkan itu, tapi sampai beliau meninggal pada 2012, enggak pernah digubris," ujarnya.
Setelah kasusnya bergulir lebih dari 15 tahun, pihaknya mengajukan tuntutan baru. Jika dihitung dengan harga tanah sekarang, menurut kepala desa setempat, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)-nya sebesar Rp 2 juta sehingga total uang yang harus dibayarkan pemerintah sebesar Rp 20 miliar.
"Saat ini, tuntutan tersebut sedang berperkara di PN Bale Bandung, sudah berjalan selama delapan bulan. Klasifikasi perkaranya ialah perbuatan melanggar hukum, yang ditujukan kepada Disdik Bandung Barat, cq (casu quo) Bupati," ucap Nanan.
Kepala Disdik Kabupaten Bandung Barat, Imam Santoso menyatakan bahwa lahan SMPN 3 Lembang sudah tercatat sebagai aset Pemkab Bandung Barat. Dia mengatakan, klaim kepemilikan lahan SMPN 3 Lembang bukan sekali ini saja, tetapi sudah berkali-kali.
"Sekarang kan masih di pengadilan, ya belum ada putusan. Memang permasalahan lahan itu bisa siapa saja yang mengklaim. Ini pun sudah gugatan yang ke berapa kalinya, tapi enggak ada yang punya surat (sertifikat), karena itu kan tanah eks Adiwarta. Lahan SMPN 3 Lembang itu sudah tercatat sebagai aset pemerintah daerah. Kami akan menyerahkan perkara kasus ini kepada proses hukum yang berlaku, tunggu saja putusan pengadilan," ungkap Imam saat dihubungi.
Sementara itu, ada pihak lainnya yang menyebutkan bila lahan SMP 3 Lembang berstatus eks eigendom verponding. Menurut salah satu sumber yang tidak mau disebutkan namanya, bukan hanya SMP 3 Lembang saja, tapi hampir 90% tanah di wilayah Lembang adalah eigendom verponding.
"Yang jelas status tanah di Lembang bukan milik adat, ini semua akan terungkap suatu saat nanti di waktu yang tepat, semuanya sudah ada akta van eigendom, sudah bersetifikat jaman Hindia Belanda. Dan sertifikat itu sekarang dipegang pemiliknya yang sah," beber dia.
Terkait dengan lahan SMP 3 Lembang yang telah puluhan tahun digunakan siswa-siswi sekolah tersebut, dia menyatakan, bisa saja jika lahan SMP tersebut akan dihibahkan pemiliknya.
"Masyarakat tidak usah takut, yang sekarang sudah ditempati penduduk, lalu yang sudah dibangun fasilitas umum seperti tempat-tempat pemerintahan, apalagi sekolah, pasti akan dihibahkan sama pemiliknya," tandasnya.