Selasa, 7 Desember 2021 15:49

Tuntut UU Cipta Kerja Dicabut, Ratusan Buruh Jabar Akan Aksi di Istana Negara

Reporter : Bubun Munawar
Aliansi Buruh Jawa Barat saat menggelar aksi di Gedung Sate, belum lama ini
Aliansi Buruh Jawa Barat saat menggelar aksi di Gedung Sate, belum lama ini [Istimewa]

Limawaktu.id,- Sekitar 500 orang elemen serikat pekerja dan serikat buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Jawa Barat (ABJ) akan melakukan aksi di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, dan Istana Negara, pada Rabu (8/12/2021). Aksi ini digelar untuk menuntut dan mendesak pemerintah mencabut dan membatalkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja serta turunannya.

 Kooordinator Aliansi Buruh Jawa Barat Ajat Sudrajat mengungkapkan aksi buruh ini dipicu oleh Kebijakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam penetapan Upah Minimum  Kabupaten/Kota tahun 2022 telah mengabaikan rasa keadilan dan jelas-jelas akan berdampak pada makin melemahnya ketahanan ekonomi pekerja atau buruh.

 “Aliansi Buruh Jabar beserta serikat pekerja/serikat buruh lainnya akan  mempertanyakan dan melakukan protes terhadap kebijakan yang jelas-jelas telah merampas hak pekerja atau buruh untuk mendapatkan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan,” ungkapnya kepada Limawaktu.id, Selasa (7/12/2021).

 Menurutnya, aksi juga dilakukan  dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998 tentang kebebasan menyampaikan pendapat dimuka umum.

 “ Besok kami membawa 500 peserta aksi sekitar  100 bus untuk  aksi di DPR RI. Sementara tanggal 9 dan 10 Desember kami akan aksi di Provinsi Jawa Barat, “ sebutnya.

Mengingat pelaksanaan aksi masih dalam situasi Pandemi Covid-19, maka seluruh rangkaian kegiatan aksi akan memperhatikan protokol kesehatan. Selain melaksanakan aksi, Alinasi Buruh Jawa Barat juga akan melakukan upaya hukum ke PTUN.

Sebelumnya, Sekda Provinsi Jawa Barat Setiawan Wangsaatmaja mengatakan,  rumus-rumus di dalam perhitungan dikeluarkannya UMK ini didasarkan kepada Peraturan Pemerintah dan tidak diberikan ruang terhadap diskresi daerah untuk menetapkan lebih dari itu.

“Terkait dengan putusan MK, menyatakan bahwa pemerintah harus memperbaiki peraturan ini di dalam 2 tahun. Namun demikian selama 2 tahun ini seluruh peraturan yang terkait dengan UU Cipta Kerja dan seluruh turunannya masih tetap berlaku termasuk PP 36 yang mendasari terkait dengan perhitungan UMK ini,” tuturnya.

Setiawan menegaskan bahwa tugas gubernur hanya menetapkan terkait dengan UMK ini dan gubernur tidak dapat merevisi bahkan mengoreksi terkait dengan rekomendasi yang telah disampaikan oleh seluruh bupati/wali kota.

  

Baca Lainnya