Senin, 27 Maret 2023 13:53

Terlibat Tindak Pidana Korupsi 29 Hakim Ditindak

Penulis : Wawan Gunawan
BPMA menginisiasi pembangunan Sistem Manajemen Anti-Penyuapan (SMAP) pada beberapa pengadilan, sejak 2018
BPMA menginisiasi pembangunan Sistem Manajemen Anti-Penyuapan (SMAP) pada beberapa pengadilan, sejak 2018 [Mahkamah Agung]

Limawaktu.id,- Berdasarkan publikasi data Komisi Pemberantasan korupsi (KPK), sampai dengan 2022 terdapat 29 orang hakim yang ditindak karena terlibat dalam tindak pidana korupsi. Jumlah itu hanya meliputi hakim dan belum memperhitungkan aparatur lainnya dari Mahkamah Agung (MA) dan badan peradilan di bawahnya yang terlibat dalam tindak pidana korupsi.

Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung Sugiyanto mengatakan, pihaknya menginisiasi pembangunan Sistem Manajemen Anti-Penyuapan (SMAP) pada beberapa pengadilan, yang dilakukan sejak akhir 2018.

Dia menjelaskan, Badan Pengawasan sebagai pengawas fungsional pada MA, menerima berbagai pengaduan dari masyarakat mengenai dugaan tindak pidana korupsi pada lembaga peradilan.

“Kebanyakan pengaduan adalah mengenai penyuapan terhadap hakim dan aparatur pengadilan serta tidak jarang pengaduan tersebut, terbukti berdasarkan pemeriksaan tim pemeriksa dari Badan Pengawasan atau pengadilan tingkat banding,” jelasnya, dikutip InfoPublik, Senin (27/3/2023).

Menurutnya,  Badan Pengawasan berupaya untuk mengatasi permasalahan penyuapan yang masih terjadi di lembaga peradilan, salah satunya dengan menginisiasi pembangunan SMAP.

SMAP dikembangkan berdasarkan ISO 37001:2016 Sistem Manajemen Anti-Penyuapan dan merupakan serangkaian kegiatan yang terkoordinasi sedemikian rupa sehingga menjadi suatu siklus yang terdiri dari upaya perencanaan (plan), pelaksanaan (do), pengawasan (check) dan peningkatan (action) atau lebih dikenal dengan PDCA.

Penerapan SMAP bertujuan untuk mencegah praktik penyuapan (to prevent), mendeteksi ada/tidaknya penyuapan di pengadilan (to detect) dan merespon terhadap kejadian penyuapan yang terjadi di pengadilan (to response), yang dilakukan dengan upaya sistematis berupa pemetaan potensi korupsi pada berbagai kegiatan yang menjadi tugas dan kewenangan pengadilan, merencanakan upaya mitigasi dari setiap risiko korupsi, melaksanakan rencana mitigasi dan mengevaluasi mitigasi secara periodik untuk memastikan keefektifan mitigasi.

“Apabila sistem itu dilaksanakan secara konsisten, diharapkan setiap pengadilan yang menerapkan SMAP dapat mereduksi risiko penyuapan pada masing-masing satuan kerja dan akhirnya meningkatkan akuntabilitas serta transparansi lembaga peradilan sebagai upaya meraih kepercayaan masyarakat,” harapnya.

Dirjen Badan Peradilan Umum, Bambang Myanto, menyampaikan pencanangan SMAP diharapkan dapat memagari dan membatasi aparatur peradilan agar tidak berbuat tercela serta profesional dalam melaksanakan tugas.

“Oleh karena itu, aparatur peradilan harus dapat merenungkan diri untuk tidak meloncat dari pagar pembatas yang ada tersebut sehingga bersih dari segala bentuk penyuapan maupun tindak korupsi,” terangnya.

 Sejalan dengan tujuan SMAP, sebelumnya Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum telah mengeluarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Badilum Nomor 6 Tahun 2021 tentang Program Pencegahan Gratifikasi dalam Proses Promosi dan Mutasi Tenaga Teknis di Lingkungan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum yang pada pokoknya melarang siapapun yang datang ke Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umumuntuk memberikan hadiah dalam bentuk apapun, serta Pejabat dan pegawai Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum tidak diperkenankan menerima hadiah dalam bentuk apapun.

Bambang Myanto, menambahkan, hal utama dalam implementasi SMAP itu sebenarnya adalah penguatan integritas dalam memberikan pelayanan prima dan bebas dari praktek KKN.

“Integritas tinggi akan mendorong terbentuknya pribadi yang berani menolak godaan dan segala bentuk intervensi, dengan mengedepankan tuntutan hati nurani untuk menegakkan kebenaran dan keadilan serta selalu berusaha melakukan tugas dengan cara - cara terbaik untuk mencapai tujuan terbaik,” katanya.

Dia mengungkapkan, membangun mindset aparatur peradilan untuk memberikan pelayanan terbaik kepada pencari keadilan dan enggan, malu, serta merasa bersalah untuk melakukan penyimpangan tidaklah mudah, karena akan ditemukan resistensi bahkan penolakan. Selain itu pula diperlukan waktu dengan pembiasaan yang terus menerus.

“Salah satu hal penting dalam keberhasilan implementasi SMAP ini adalah komitmen pimpinan pengadilan. Jika komitmen pimpinan dan seluruh aparatur peradilan kuat, maka terwujudnya pengadilan yang bersih dan melayani akan menjadi sebuah keniscayaan,” paparnya.

Baca Lainnya

Topik Populer

Berita Populer