Senin, 25 Maret 2019 12:51

Sidang Kasus Bansos Tasik Ditunda, ini Sebabnya! 

Penulis : Iman
Sidang dengan agenda tuntutan sempat dibuka Ketua Majelis M Razad di Pengadilan Tipikor PN Bandung, Jalan RE Martadinata, Senin (25/3/2019).
Sidang dengan agenda tuntutan sempat dibuka Ketua Majelis M Razad di Pengadilan Tipikor PN Bandung, Jalan RE Martadinata, Senin (25/3/2019). [limawaktu]

Limawaktu.id - Sidang lanjutan dugaan kasus korupsi dana bansos Kabupaten Tasikmalaya Tahun Anggaran 2016 dengan terdakwa mantan Sekda Abdul Kodir cs ditunda. Sebab, berkas tuntutan masih disusun. 

Sidang dengan agenda tuntutan sempat dibuka Ketua Majelis M Razad di Pengadilan Tipikor PN Bandung, Jalan RE Martadinata, Senin (25/3/2019). Sidang akhirnya ditunda setelah JPU menyatakan berkas tuntutan untuk sembilan orang belum siap.

"Kami masih menyusun tuntutan kami, sehingga kami meminta waktu satu minggu," kata tim JPU Kejati Jabar Henny Maryani dalam persidangan, Senin (25/3/2019). 

M Razad pun menerima permintaan penundaan dari jaksa. Begitu juga dengan pengacara dan para terdakwa Sidang tuntutan pun disepakati ditunda selama sepekan. Sidang tuntutan akan digelar  Senin 1 April 2019.

"Minggu depan harus selesai ya. Karena ini berkaitan dengan penahanan para terdakwa yang berakhir pada 28 April 2019. Satu minggu harus sudah jadi (tuntutan). Nanti pembelaan dari terdakwa kita kasih satu minggu," katanya.

Seperti diketahui dalam dakwaannya JPU Kejati Jabar Andi Adika Wira Putra menyatakan, Abdul Kodir dan delapan terdakwa lainnya didakwa melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana. 

Andi menyebutkan kasus tersebut bermula saat Pemkab Tasikmalaya menganggarkan dana Rp 178,2 miliar untuk belanja hibah. Kemudian diatur dalam Perbup Nomor 111 Tahun 2016 tentang Penjabaran APBD Tasikmalaya ‎2017. Bupati Tasikmalaya pada waktu itu, Uu Ruzhanul Ulum (kini Wagub Jabar), menandatangani Perbup Nomor 900/Kep.41-BPKAD/2017 tanggal 27 Januari tentang penetapan daftar penerima hibah‎ untuk 1.000 lebih penerima hibah. 

Dari jumlah tersebut, ada sebanyak 21 penerima yang bermasalah. Yakni, Yayasan Al Ikhwan mendapat dana Rp 150 juta, Thoriqol Falah mendapat Rp 150 juta, PP Al Munawaroh mendapat Rp 250 juta, As Syifa Rp 150 juta, PP Ibnu Abbbas Rp 250 juta, Yayasan Al Munawaroh Rp 150 juta, MDT Al Ikhlas‎ Rp 250 juta, Yayasan Nurul Falah Rp 150 juta, MDT Nurul Falah Rp 250 juta, Yayasan Assahidiyah Abu Rif'at Rp 150 juta, Yayasan Miftahul Salam Rp 150 juta, Yayasan Thoriqul Anwar Insani Rp 250 juta. Lalu Yayasan Al Falah Rp 150 juta, Yayasan Al Fath Rp 50 juta, MDT Al Abror Rp 250 juta dan Yayasan KH Abdul Mujib Rp 250 juta. 

"Selanjutnya Bupati Tasikmalaya menerbitkan Perbup Nomor 900/Kep.436-BPKAD/2017 tentang Perubahan Keputusan Bupati Tasikmalaya Nomor 900/Kep.41-BPKA/2017 tanggal 27 Januari tentang Penetapan Penerima Dana Hibah, di mana di dalamnya terdapat lima yayasan lembaga penerima hibah," katanya.

Yayasan dimaksud yaitu MDT Nurul Huda Rp 250 juta, MDT Hidayatul Mubtadin Rp 250 juta, MDT As Syifa Rp 250 juta, Yayasan Insani Abqari Rp 200 juta dan Yayasan Al Munawaroh Rp 150 juta. Ke-21 penerima ini menerima dana hibah sebesar Rp 3,9 miliar dari ‎total Rp 178,2 miliar.

Kemudian terdakwa ‎Abdul Kodir selaku Ketua TAPD Pemkab Tasikmalaya pada 2016, memanggil Eka Ariansyah dan Alam Rahadian (terdakwa lainnya dalam berkas terpisah) memerintahkan untuk mencari proposal pengajuan dana hibah karena terdakwa saat itu membutuhkan sejulah uang dengan dalih untuk membayar kegiatan Musabaqoh Qiroail Khutub (MQK) karena kegiatan tersebut tanpa didukung anggaran. Namun, disana terjadi kesepakatan (jahat) jika nanti anggaran turun, maka untuk terdakwa Abdul Kodir 50 persen dan untuk terdakwa Eka dan Alam 50 persen.

Atas kesepakatan itulah, Eka dan Alam melibatkan enam terdakwa lainnya, yakni Lia Sri Mulyani, Mulyana, Setiawan, Maman Jamaludin, Ade Ruswandi serta Endin untuk melakukan pemotongan terhadap dana hibah yang diterima setiap penerima dana hibah sebesar 90 persen‎. Dengan kata lain, penerima hanya memperoleh 10 persen dari anggaran yang seharusnya diterima.

‎"Kerugian negara dari pemotongan dana hibah itu mencapai Rp 3,9 miliar berdasarkan audit Inspektorat Daerah Kabupaten Tasikmalaya Nomor 700/1129/Inspektorat pada 28 September," ujarnya.

Khusus Abdul Kodir, dari perbuatannya itu ia memperoleh uang Rp 1,4 miliar dan sisanya dibagi kepada terdakwa lainnya.

Baca Lainnya

Topik Populer

Berita Populer