Limawaktu.id - Kota Cimahi sudah lama terkenal akan tempat bersejarahnya. Di antaranya penginapan yang bernama Hotel Tjimahi yang sarat dengan nilai sejarah yang tinggi. Di hotel yang terletak di pusat kota, tepatnya di Jalan Jenderal Amir Machmud itu, sejumlah tokoh besar pernah meninggalkan jejaknya. Dari mulai dari keluarga Ani Yudhoyono hingga penjahat perang kolonial, Raymond Westerling.
Dulunya, Hotel Tjimahi merupakan sebuah villa dan kebun bunga yang dibangun oleh Nyi Raden Mardiah Singawinata (kemudian berganti nama menjadi Nyi Raden Fatimah Singawinata) pada 1800-an akhir.
Sekitar tahun 1927-an, lahan seluas 3300 meter persegi itu beralih fungsi menjadi hotel atau losmen. Ketika itu kebutuhan penginapan menjadi salah satu faktor penunjang basis militer yang dibangun pemerintah Hindia Belanda dan juga perlintasan niaga di jalur Jalan Raya Pos.
Hotel Tjimahi merupakan salah satu hotel tertua yang dibangun di Kota Cimahi. Sebelumnya, sekitar tahun 1889 di sebelah selatan Hotel Tjimahi dibangun Hotel Emma atau yang kini lebih dikenal sebagai Hotel Berglust. Lokasinya berada di Jalan Sukimun, Baros.
"Dulu omah yang membuat villa, belum dikomersilkan. Baru pada 1927, kami mendapatkan izin untuk mendirikan hotel," kata cucu dari Nyi Raden Fatimah, Thea GS, Minggu (1/12/2019).
Hingga saat ini, pemilik masih mempertahankan bergaya Belanda. Dinding muka hotel tersebut dihiasi corak batu berwarna hitam dengan atap berbentuk segitiga yang menjulang.
Perabotan yang digunakan pun sebagian besar merupakan peninggalan sejak era kolonial. Salah satunya adalah ranjang kayu untuk kasur yang terbuat dari kayu jati. Renovasi pun memang dilakukan, tapi untuk memperbaiki bingkai jendela dan pintu yang termakan usia.
"Ada bangunan yaitu aula, dulu ada yang pergi haji sehingga dijual tanahnya. Kami beli untuk perluasan dan membuat aula, itu sekitar 20 tahunan yang lalu," bebernya. Di sana ada 22 kamar yang tersedia, di antaranya ada dua kamar yang pernah ditinggali Sarwo Edhi Prabowo, yang tak lain merupakan ayah dari Ani Yudhoyono. Di sana, keluarga Ani tinggal pada tahun 1959.
Mereka tinggal sebuah ruangan kecil yang kini dibagi menjadi dua kamar yang masing-masing bernomor 22 dan 21. Ada tangga di dalam kamar, sebagai akses menuju balkon. "Adik dari bu Ani, Retno Cahyaningtyas, lahir di sini," ucapnya.
Dalam buku Kepak Sayap Putri Prajurit, Ani menceritakan soal kehidupannya di Cimahi. Sebagai 'anak kolong' kondisi bangunan yang sempit dan persawahan yang terhampar luas menumbuhkan jiwa petualangnya. Dari sudut pandangnya, Cimahi merupakan kota yang menyenangkan.
Keluarga ini disinyalir hanya tinggal selama kurang lebih satu tahun, sebelum Sarwo Edhi menempati rumah khusus komandan di Batujajar yang kini menjadi Pusat Pendidikan Kopassus.
Selain menjadi penginapan, Hotel Tjimahi juga pernah menjadi losmen sementara bagi prajurit TNI. Kepala Basarnas yang juga pernah menjabat sebagai Panglima Kodam III Siliwangi, Doni Monardo juga pernah tinggal di sini.
"Bangunan tempat tinggalnya ada di seberang aula," ujar Thea. Selain itu, tokoh besar lainnya yang pernah singgah di Hotel Tjimahi adalah Raymond Westerling. Ia disebut sebagai penjahat perang karena telah melakukan pembantaian rakyat sipil di Sulawesi Selatan, hingga tragedi itu disebut Pembantaian Westerling (1946-1947).
Sepak terjang komandan Depot Speciale Troepen (DST) atau pasukan khusus Belanda itu juga berlangsung di Jawa Barat. Pasukannya melakukan pembunuhan kepada rakyat jelata tanpa alasan yang jelas.
Ia juga menjadi dalang pergerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang diisukan memiliki ratusan ribu pendukung.
"Tentara dan perwira TNI Siliwangi, yang ditemukan di jalan dibunuh, di sini disebut penjahat perang, di negaranya disebut pahalwan," kata Machmud Mubarok, pemerhati sejarah kolonial dari Tjimahi Heritage.
Sebelum melarikan diri ke Singapura, Westerling pernah menginap di Hotel Tjimahi tepatnya di kamar nomor 12. Ia bersembunyi di sana, karena perantara seorang Prancis yang memiliki ikatan khusus dengan Nyi Raden Fatimah.
"Saya kurang tahu kapan tahunnya, namun tempat ini pernah digerebeg TNI yang mencari Westerling. Ketika itu, ibu saya ketakutan dan membuang semua atribut yang dimiliki Westerling ke sumur di dapur," terang Thea.
Lain dengan narasi di berbagai literatur, Thea mengatakan, sebenarnya Westerling tak menyeramkan seperti yang ada di dalam literatur. "Itu yang disampaikan oleh orang tua saya, sebelum Westerling kabur melalui Ujung Kulon," katanya.
Hingga saat ini, kamar yang pernah ditinggali Westerling penataannya tak berubah. Satu buah dan dua kasur dengan ranjang dari bahan jati masih tertata rapi di dalam kamar bercat hijau muda tersebut.