Limawaktu.id - Kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak di Kota Cimahi tergolong tinggi. Sebab, dari data tahun lalu hingga April 2019, ada puluhan kasus kekerasan yang dialami perempuan dan anak.
Ditahun 2018, tercatat ada 29 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Rinciannya, 20 kasus dialami anak-anak, sembilan sisanya oleh perempuan.
Sementara untuk tahun 2019, tercatat ada lima kasus kekerasan perempuan dan anak. Rinciannya, empat kasus kekerasan dialami perempuan, satu oleh anak-anak.
Data itu dihimpun oleh Dinas Sosial Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencanan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DinsosP2KBP3A) Kota Cimahi.
Sekretaris DinsosP2KBP3A Kota Cimahi, Fitriani Manan menungkapkan, kasus kekerasan yang dialami perempuan dan anak di Kota Cimahi itu ada berbagai macam. Ada yang mengalami kekerasan fisik, human trafficking, pelecehan seksual, bullying dan sebagainya.
"Kalau perempuan itu dominan human trafficking, kemudian kekerasan dalam rumah tangga. Kalau anak, pelecehan seksual dan bullying," ungkapnya saat dihubungi via sambungan telepon, Sabtu (25/5/2019).
Dijelaskannya, dalam kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ini, tugas pihaknya adalah menerima laporan dan melakukan pendampingan perempuan dan anak sebagai korban dari tindak kekerasan dan perdagangan manusia (human trafficking).
Dari laporan yang masuk, jelas Fitriani, pihaknya langsung melakukan assesment, yang biasanya dilakukan lebih dari satu kali. Dari hasil assesment itu, pihaknya bisa menentukan jenis kekerasan yang menimpa korban.
"Kita mendampingi, mencoba menyelesaikan permasalahan kekerasan terhadap perempuan dan anak," tegasnya.
Dari hasil assesment puluhan kasus kekerasan terhadap anak dari 2018 sampai April 2019, lanjut dia, penyebab kekerasan untuk perempuan itu dikarenakan faktor ekonomi dan perselingkungan. Sementara pada anak itu kebanyakan karena faktor psikologi keluarga maupun lingkungan.
Terpisah, Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada DinsosP2KBP3A Kota Cimahi, Ermayanti Rengganis menambahkan, dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak itu berbeda.
Ia mencontohkan pendampingan kasus terhadap perempuan korban trafficking. Untuk pemulihan korban itu butuh waktu lama. Sebab untuk pelaksanaan konselingnya itu petugas harus menyesuaikan waktu dengan korban.
"Kalau penanganan kasusnya sampai pulih itu memakan waktu. Masing-masing kasus dan orang penanganannya berbeda. Ada 6 bulan bisa pulih lagi, ada yang sampai sekarang belum," jelasnya.
"Ketika misalnya ada korban kasus trafficking, itu kan kebanyakan korban ada pola yang berubah. Pola tidurnya itu kebanyakan terbalik, siang tidur, malam gak tidur. Jadi kita konseling kita mengikuti polanya dia (korban)," tambah Ermayanti.
Dalam pendampingan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ini, pihaknya menyediakan psikolog, tenaga kesehatan, tenaga hukum dan bekerja sama dengan Aparat Penegak Hukum (APH), yakni kepolisian.