Rabu, 22 Mei 2019 12:59

Sah Terima Suap, Bupati Cirebon Non Aktif Dihukum 5 Tahun Penjara

Penulis : Iman
Sidang korupsi jual beli jabatan di Pemkab Cianjur, di Pengadilan Tipikor PN Bandung, Jalan RE Martadinata, Rabu (22/5/2019).
Sidang korupsi jual beli jabatan di Pemkab Cianjur, di Pengadilan Tipikor PN Bandung, Jalan RE Martadinata, Rabu (22/5/2019). [limawaktu]

Limawaktu.id - Bupati Cirebon non aktif Sunjaya Purwadisastra dijatuhi hukuman lima tahun denda Rp 200 juta, subsider kurungan enam bulan. Ia terbukti menerima suap.

Hal itu terungkap dalam sidang korupsi jual beli jabatan di Pemkab Cirebon, di Pengadilan Tipikor PN Bandung, Jalan RE Martadinata, Rabu (22/5/2019).

Dalam amar putusannya, majelis yang dipimpin Fuad Muhammadi menyatakan terdakwa terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dan berkelanjutan, sebagaimana diatur dakwaan alternatif pertama pasal 12 hurup b Undang-undang Tipikor.

"Menjatuhkan hukuman penjara selama lima tahun, denda Rp 200 juta, subsider kurungan enam bulan," ujarnya.

Selain itu terdakwa juga diberikan hukuman tambahan, yakni dicabut hak politiknya untuk dipilih selama lima tahun. Atas putusan tersebut, Sunjaya menerima. Vonis yang diberikan majelis lebih ringan dua tahun dari tuntutan JPU KPK.

Sunjaya yang terakhir menjabat Letkol TNI AD usai mendengar putusan langsung menangis. Bahkan, saat ditanya majelis soal tanggapannya atas putusan Sunjaya mengaku menerima dan tidak akan berkoordinasi dengan kuasa hukumnya.

"Saya menerima yang mulia," ujar sambil menangis dan gelengkan kepala.

Sebelum membacakan amar putusannya, majelis juga membacakan hal yang memberatkan dan meringankan sebagai bahan pertimbangan. Yang memberatkan perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah, mempraktikan KKN dan jadi contoh buruk bagi masyarakat. Sementara yang meringankan, terdakwa bersikap sopan, belum pernah dihukum, dan mengakui semua perbuatannya. Kemudian terdakwa banyak berjasa selama di TNI AD

Dalam uraiannya disebutkan terdakwa Sunjaya Purwadisastra selaku Bupati Cirebon bersama-sama sengan Deni Syafrudin di bulan Oktober 2018 di Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Dinas PUPR) Kabupaten Cirebon, telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan yakni menerima hadiah berupa uang sejumlah Rp100 juta dari Sekdis PUPR Gatot Rachmanto.

"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat, atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," katanya.

Yakni, lanjutnya, terdakwa dan Deni Syafrudin mengetahui atau patut menduga bahwa pemberian uang tersebut karena terdakwa telah mengangkat dan melantik Gatot Rachmanto sebagai Sekdis PUPR Kabupaten Cirebon. Padahal semua itu bertentangan dengan kewajibannya sebagai bupati Cirebon.

Terdakwa selaku Bupati Kabupaten Cirebon dalam kaitannya dengan manajemen ASN telah menandatangani surat Keputusan Bupati Cirebon Nomor: 821 .2/Kep.974-BKPSDM/2017 tentang Pembentukan Tim Penilai Kinerja Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Cirebon. Tim Penilai Kinerja PNS tersebut bertugas untuk memberikan pertimbangan dalam proses promosi jabatan ASN kepada Bupati.

Terdakwa dalam proses promosi jabatan di Pemerintahan Kabupaten Cirebon telah melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya, yakni melakukan intervensi terhadap tugas Tim Penilai Kinerja PNS sehingga tugas dan fungsi Tim Penilai Kinerja PNS hanya formalitas. Dalam promosi jabatan tersebut.

"Terdakwa sering meminta imbalan uang kepada pejabat yang dilantik dengan besaran untuk jabatan setingkat eselon lll A sebesar Rp100 juta. Untuk jabatan setingkat eselon III B sebesar Rp50 juta hingga Rp75 juta dan untuk jabatan setingkat eselon IV sebesar Rp25 juta hingga Rp 30 juta," ujarnya.

Permintaan imbalan uang tersebut juga dilakukan oleh terdakwa ketika mempromosikan Gatot Rachmanti dalam Jabatan Eseton III A sebagai Sekdis PUPR Kabupaten Cirebon. Terdakwa sekitar Juli 2018 sebelum menyetujui usulan promosi tersebut telah menanyakan 'komitmen' dan 'loyalitas' kepada Gatot.

Setelah ada kesanggupan Gatot, pada sekitar akhir Juli 2018 ketika Avip Suherdian menyampaikan usulan Gatot menduduki jabatan Sekdis PUPR, terdakwa langsung menyetujui usulan tersebut dan meminta Avip mengingatkan Gatot perihal imbalan uang untuk terdakwa.

Kemudian, terdakwa pada 3 Oktober 2018 melantik Gatot Rachmanto menjadi Sekdis PUPR Kabupaten Cirebon. Kemudian 17 Oktober 2018, terdakwa menghubungi Avip agar mengingatkan Gatot untuk segera 'menghadap' terdakwa.

"Kemudian terdakwa menerima telpon dari Gatot yang menyampaikan keinginannya untuk memberikan uang terkait promosi dirinya. Terdakwa pada saat itu mengatakan 'nanti yang itu titip ke Deni aja ya ?," Katanya.

Kemudian terdakwa menyerahkan handphonenya kepada Deni Syafrudin. Selanjutnya Deni yang pada saat itu mendengar perkataan terdakwa langsung memahami maksudnya dan membuat janji untuk pengambilan uang, dan keesokan harinya uang diterima Deni dari Gatot di kantor PUPR Cirebon.

"Saat itu Gatot bilang ke Deni, mas nitip ya ke bapak 100 (Rp 100 juta)," katanya. 

Setelah menerima uang dari Gatot. selanjutnya Deni melaksanakan arahan terdakwa untuk mentransfer uang sejumlah Rp250 guna keperluan sumbangan acara Hari Sumpah Pemuda Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Sunjaya Purwadisastra mengaku pasrah dengan vonis lima tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim Tipikor PN Bandung.

"Saya menerima apapun putusannya," katanya seraya bergegas meninggalkan ruang persidangan.

Ketua majelis Fuad Muhammadi menjatuhi hukuman lima tahun denda Rp 200 juta, subsider kurungan enam bulan. Vonis lebih ringan dari tuntutan JPU KPK, yakni tujuh tahun penjara.

"Alloh sudah menakdirkan (ke) saya. Inilah cara (takdir) hidup saya," ujarnya.

Saat ditanya putusan majelis hakim, Sunjaya enggan menjawabnya. Namun lagi-lagi dia mengaku akan menerima semua konsekwensi atas perbuatannya.

Baca Lainnya