Limawaktu.id, Bandung – Permasalahan yang terjadi terkait dengan pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Sentiong di Kelurahan Cipageran Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi kembali mencuat.
Menurut Ketua Umum LSM Koordinat Pejuang Aspirasi (Kompas) Fajar Budhi Wibowo, berdasarkan informasi yang diterimanya, terdapat beberapa permasalahan terkait pembangunan dan operasional TPST Sentiong yang berdampak negatif terhadap SDN Pambudi Dharma dan masyarakat sekitar. Dampak negatif tersebut antara lain getaran, kebisingan, dan bau busuk.
Berbagai hal telah disampaikan pada surat tembusan permohonan audiensi dengan Pemerintah Kota Cimahi yang telah dikirimkan sebelumnya. Hasil audensi di Pemkot Cimahi pihak LSM Kompas tidak mendapatkan jawaban yang cukup relevan.
“Hasil dari audiensi tersebut, kami belum mendapatkan jawaban yang cukup relevan dengan persoalan yang ada dan terkesan saling melempar tanggung jawab serta beberapa yang hadir tidak memiliki kapasitas dan kompetensi untuk memberikan jawaban yang diinginkan,” terang Fajar, Rabu (26/6/2024).
Dia menjelaskan, sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat, lalu LSM KOmpas menyampaikan surat permohonan untuk melakukan audensi ke Balai Prasarana Pemukiman Kementerian PUPR Wilayah Jawa Barat di Jalan Turangga Bandung.
“Permohonan audensi kami adalah tanggal 19 Juni 2024, namun karena alasan pada saat itu dalam cuti bersama, audensi dijadwalkan minggu berikutnya yaitu 26 Juni 2024 pukul 14.00 WIB,” jelasnya.
Dikatakannya, sesuai dengan tanggal yang ditentukan pihaknya bersama beberapa pengurus LSM Kompas datang ke Kantor Balai Prasarana Permukiman Wilayah Jawa Barat di Jalan Turangga Bandung sekitar pukul 14.00 pada Rabu , 26 Juni 2024. Namun betapa kecewanya para pengurus LSM Kompas, karena audensi batal dilaksanakan, dengan alasan tidak ada satupun pejabat atau staf dari Balai Prasarana Permukiman Wilayah Jawa Barat yang menemui mereka.
“Sesuai jadwal kami datang pukul 14.00 WIB untuk audensi namun tidak ada satupun staf atau pejabat yang menemui, kami hanya disodorkan surat jawaban dari pengelola PPID yang ditandatangani Oscar RH Siabian padahal agendanya adalah audensi , dari surat yang kami bacapun belum menjawab substansi permasalahan. Yang kami inginkan adalah audensi supaya pembahasan permasalahan bisa berlangsung lebih detail , “ katanya.
Audensi dilakukan LSM Kompas untuk menyampaikan aspirasi dan mencari solusi bersama terkait permasalahan TPST Sentiong. Oleh karena itu LSM Kompas mengajukan surat audensi secara resmi kepada Balai Parasarana Permukiman Kementerian PUPR Wilayah Jawa Barat.
Sementara, salah seorang petugas keamanan Balai Prasarana Permukiman Wialayah Jawa Barat Noviana menyebutkan, audensi yang diagendakan antara LSM Kompas dengan Balai Prasarana Permukiman tersebut tidak bisa terlaksana karena para pejabat yang terkait dengan hal itu sedang tidak berada ditempat.
“Pejabat yang berkaitan dengan hal itu sedang tidak ada di kantor, Pihak Balai sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada pengurus LSM Kompas,” jelasnya.
Setelah ditunggu sekitar dua jam, akhirnya beberapa orang staf dari Balai Prasarana Permukiman Jawa Barat menemui para pengurus LSM Kompas di ruang tamu dan menjelaskan jika pihaknya sudah memberikan surat jawaban kepada LSM Kompas melalui pos dan email pada 25 Juni 2024, namun pihak LSM Kompas mengaku tidak menerima surat dan email tersebut. Setelah dicek di email LSM Kompas surat yang dikirimkan lewat email pun tidak sampai. Dalam obrolan antara staf Balai Prasarana Permukiman yang dilakukan tersebut , tidak terjadi titik temu dan akhirnya audesipun batal digelar dan pertemuan pun bubar .
Sementara itu, data yang berhasil dihimpun Limawaktu.id di lingkungan Pemkot Cimahi menunjukkan, hasil asesmen yang dilakukan Dinas Kesehatan, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Cimahi serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Cimahi menunjukan, pihak Pemkot Cimahi sudah menurunkan tim ke lokasi TPST Sentiong untuk melakukan asesmen.
Dari data tersebut diperoleh informasi bahwa tim melakukan wawancara dengan Kepala Sekolah dan perwakilan Guru. Kegiatan sekolah telah berakhir karena sedang SAT (Sumatif Akhir Tahun) dan seluruh siswa telah kembali ke rumah masing-masing, sehigga belum diperoleh keterangan langsung dari siswa.
Posisi TPSP Santiong terletak persis di samping SD Pambudi Dharma. Bangungan TPSP jauh lebih tinggi dibandingkan benteng pembatas yang memisahkan kedua bangunan tersebut. Kondisi kontur tanah, membuat beberapa beberapa lokal bangunan sekolah berada lebih rendah dari TPSP dan dari jalan masuk.
Sejak masa Pembangunan dan percobaan beroperasi pada bulan Januari hingga tanggal 2 Mei 2024 terdapat beberapa kondisi yang dirasakan berbeda oleh warga sekolah, dan membuat mereka merasa tidak nyaman. Hal ini disebabkan oleh getaran alat berat, suara yang ditimbulkan, hingga bau tidak sedap yang berasal dari sampah yang akan diproses.
Baik siswa maupun pendidik, merasa tidak nyaman dan menyampaikan keluhan tentang situasi tersebut. Mereka mengeluhkan berisik, bau, mual dan pusing. Getaran lebih terasa ketika proses pembangungan TPST. Aroma tidak sedap kadang masih tercium saat mereka sampai di rumah. Selain itu keberadaan lalat yang sangat banyak juga mengganggu aktivitas dan kenyamanan mereka di sekolah. Seorang guru menyatakan bahwa lalat baru benar-benar menghilang per hari ini (Kamis 6 Juni 2024) setelah 3 pekan PTSP berhenti beroperasi sementara.
Tingkat absensi menjadi tinggi pada saat TPST beroperasi, kendati belum 100 persen kapasitas mesin digunakan dan belum beroperasi secara konsisten setiap hari.
Namun demikian, pihak sekolah belum secara khusus mendalami alasan ketidakhadiran siswa yang sakit adalah sebagai dampak dari beroperasinya TPST.
Mitigasi yang telah dilakukan oleh pihak sekolah dan keluarga adalah menyarankan penggunaan Masker, meskipun dirasakan tidak terlalu membantu, karena aroma tidak sedap tetap masih tercium, memulangkan siswa yang merasa pusing, karena tidak ada ruangan di sekolah yang aman dari aroma tak sedap.
Mitigasi terkait kondisi fisik sekolah yang disadari muncul setelah TPST berdiri adalah dinding kelas retak, plafon turun, ruangan tidak digunakan, dan siswa kelas 2 mendapatkan jadwal sekolah di siang hari. Karena terpaksa menggunakan kelas yang sama dengan siswa yang bersekolah pagi. Hal ini menimbulkan beberapa keluhan diantaranya Siswa tidak bisa bermain dengan teman yang lebih banyak.
Mereka yang sudah terkondisikan untuk bangun dan Bersiap sejak pagi mengalami perubahan kebiasaan Bagian lapangan yang longsor (karena tanah mengalami pergerakan), sehingga hampir merobohkan pagar ke selasar kelas, sementara ini ditahan oleh bambu-bambu. Dan siswa diperingatkan selalu agar tidak berada di area berbahaya tersebut.
Kondisi yang belum mendapat mitigasi secara khusus adalah Aliran air saat hujan yang sebelumnya tertahan oleh tanah kosong, sekarang tidak ada yang menahan, sehingga mengalir cukup deras ke areal sekolah.
Yang menjadi concern sekolah dan pihak Pemkot (Pemenuhan Hak Anak) adalah keamanan, kenyamanan dan keselamatan warga sekolah, terutama anak ketika mereka berada di sekolah. Sehingga ketika mereka tetap harus berada di sana selama menunggu lokasi baru siap digunakan, maka kondisi eksisting saat ini yang memang dirasakan potensial berbahaya perlu diminimalisir.
Hal yang dirasakan berat oleh pihak sekolah adalah menyediakan hand sanitizer dan masker. Sehingga untuk upaya mitigasi tersebut diharapkan tidak membebani operasional sekolah. Pihak yang sudah pernah hadir meninjau Lokasi: DPKP, BPBD, Konsultan arsitek/teknik sipil, dan beberapa LSM serta tokoh. Laporan kepada pihak Disdik selalu dilakukan oleh pihak sekolah. Pihak Puskesmas pun pernah hadir ke sekolah, namun saat itu lebih mengecek kualitas jajanan sekolah. Belum ada tindakan pemeriksaan kepada siswa dan guru.