Kota Cimahi, - Hudaya Sumarya, Pensiunan Letnan Kolonel (polisi) yang namanya kini diabadikan menjadi salah satu aula di Ksatrian Brimob Amji Attak Kelapadua, merupakan pejuang di Korps Brimob yang pernah sukses mengibarkan bendera Merah Putih di wilayah Rumbati Irian pada 1962, saat operasi Trikora.
Saat itu, Hudaya dan pasukan Berangkat dari Gorom menuju Tanjung Fatagar Fak-fak melaksanakan operasi Tri Kora bersama 65 anggotanya di tengah himpitan pagar betis tentara laut, tentara darat dan polisi Belanda, mereka berhasil masuk ke Papua dan mendapat sambutan hangat serta dukungan dari masyarakat Rumbati.
Mereka digempur tentara Belanda dari darat laut dan udara namun jejak mereka hilang dihapus hujan, pada akhirnya Hudaya dan anggotanya mampu memberikan perlawanan yang serius hingga menewaskan Komandan Kompi tentara Belanda, pada akhirnya mereka berhasil melaksanakan Perintah Presiden Republik Indonesia Soekarno untuk mengibarkan Bendera merah putih di Rumbati, Patiti, Soom, Tawar, dan Salakiti Papua.
Sepenggal kisah Letkol (Pol) Hudaya Sumarya tersebut kembali diungkapkan Dansat Brimob Polda Jabar, Kombes Pol. Asep Saepudin, S.I.K, saat pelaksanaan ziarah kubur dalam rangkaian HUT Brimob ke-75 di makam Keluarga Pol (alm) Hudaya Sumarya, Kelurahan Cibeber Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi, Rabu (12/11/20).
“Pak Hudaya merupakan pemimpin yang cakap, dimana kebiasaan sebelum satu atau dua hari pelaksanaan tugas sering memberikan pencerahan,” ungkapnya.
Dikatakannya, Almarhum Hudaya sering memberitahukan kepada anak buahnya saat menjadi Kapolres, sebagai prajurit yang terlatih Hudaya sering menceritakan apa itu prajurit istimewa, termasuk bagaimana cara menggunaan persenjataan.
Tak hanya itu, pengalaman yang dimilikinya membuat Hudaya memilik kemampuan yang baik tentang taktik dan mendeteksi persenjataan yang digunakan oleh musuh saat melakukan peperangan, termasuk bisa tahu berapa jauh jarak tembak senjata yang digunakan oleh musuh, sehingga bisa terhindar dari tembakan.
“ Saking pengalamannya, sampai-sampai tahu persis persenjataan yang digunakan oleh musuh, dan jarak tembaknya berapa." papar Asep.
Asep melanjutkan, selain pencerahan soal strategi dan persenjataan, Letkol Hudaya juga sering mengingatkan kepada anak buahnya agar tidak melupakan kesejahteraan diri dan keluarganya. Hudaya sering mengingatkan jangan sampai anggota polisi hanya memikirkan tugas semata tanpa memikirkan kesejejahteraan keluarganya saat masuk masa pensiun.
“Istilah beliau yang saya ingat disampaikan dalam Bahasa Sunda, Bagong wae boga imah (babi hutan saja memiliki rumah, red), masa polisi saat pensiun harus pergi dari asrama karena tak punya rumah,” lanjut dia.
Sementara, Maktal S Nugraha, salah satu dari anak Almarhum Hudaya sangat mengapresiasi dan berterima kasih atas kedatangan Dansat Brimob Polda Jabar beserta jajaran kemakam ayahandanya. Ayahnya merupakan parjurit yang biasa terlatih dimedan peperangan. Pengalamannya, sampai dibukukan atau dibuat menjadi catatan untuk disampaikan kepada kader-kader selanjutnya.
"Pengalaman ayah saya dimedan perang sampai dijadikan catatan, karena ada beberapa yang mungkin tidak masuk logika. Hal itu yang menjadi catatan untuk disampaikan kembali ke kader-kader selanjutnya." Jelas Maktal.
Ditambahakan Maktal, prajurit jangan sampai kalah dengan binatang babi. Artinya, Polisi yang pada saat itu kondisi ekonominya sangat sulit, tidak seperti sekarang.
"Kami anak-anaknya pada waktu itu tidak disarankan untuk menjadi polisi. Karena sulit secara ekonomi dan lainnya." Tuturnya.
Namun, kata Maktal, pada saat itu Polisi tidak lebih rendah dari yang lain. Banyak hal yang tidak tersampaikan bahwa Polisi juga punya banyak andil. Seperti waktu pengawalan presiden pertama dari Jakarta ke Jogja . Belum lagi, lanjutnya, saat 19 orang yang diperintahkan untuk mengawal Presiden Soekarno dari Madiun ke Kandangan.
"Hal-hal seperti itulah yang mestinya kita sampaikan, bahwa saat itu Brimob ada." pungkasnya.