Selasa, 30 Juli 2024 6:41

Masyarakat Harus Berperan Aktif dan Kritis saat Pemilu

Penulis : Wawan Gunawan
Deddy Supriadi, Ketua Umum DPP Cobra
Deddy Supriadi, Ketua Umum DPP Cobra [Istimewa]

Limawaktu.id, Kota Cimahi - Pemilihan umum merupakan bentuk pelaksanaan langsung dari demokrasi dengan sarana untuk mewujudkan asas kedaulatan di tangan rakyat sehingga pada akhirnya akan tercipta suatu hasil hubungan kekuasaan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.

Ketua Umum DPP Cobra Deddy Supriadi mengungkapkan, masyarakat harus mampu bersikap aktif dan kritis terhadap politik lokal dengan mengatur konflik kepentingan dari tataran masyarakat ke lembaga pewakilan untuk diselesaikan secara damai dan adil sehingga tidak menimbulkan konflik berkelanjutan akibat Pemilu supaya kesatuan masyarakat tetap terjamin serta mengikuti mekanisme jalur hukum yang sudah di atur dalam peraturan pemerintahan.

“Partai politik dan beberapa elemen yang lainya diharapkan bisa hadir untuk memberikan pendidikan politik, termasuk dapat mengambil peluang turut menjadi penyelenggara pemilu. Demokrasi memberikan ruang dalam heterogenitas  Cimahi, menjamin terjaganya pluralisme dan toleransi dalam perbedaan dan memperkokoh integrasi Lokal Cimahi,” terang Deddy, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (30/7/2024).

Dia menjelaskan, sikap jujur Aparatur Pemerintahan  yang terlibat di dalam proses pemilu/pilkada, dapat dimaknai memiliki integritas moral didalam melaksanakan setiap proses dan tahapan pemilu/pilkada, serta melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sedangkan adil bagi aparatur negara yang terlibat di dalam proses pemilu/pilkada, dapat dimaknai bersikap fair dan equal treatment terhadap semua kontestan atau peserta pemilu/pilkada tanpa terkecuali.

Pilar pertama, integritas. Basis dari integritas adalah karakter dan perilaku etis. Ia bermain pada aspek moral dan sifatnya personal. Tokoh (politik) yang memiliki integritas tinggi tak lain Mohammad Hatta. Satunya pikiran, perkataan dan perbuatan menjadi cirikhas Bung Hatta. Ia ketat memegang komitmen dan konsisten menjalankan prinsip-prinsip kebenaran universal. Hidupnya yang bersahaja ditambah dengan keberanian untuk memikul tanggung jawab menjadikan Bung Hatta sosok paripurna dalam memegang integritas.

Pilar kedua, kapabilitas. Dalam ranah manajemen, kapabilitas merupakan gabungan dari motivasi, pengetahuan dan ketrampilan. Orang yang memiliki kapabilitas berarti orang paham dan ahli akan bidang pekerjaannya.

 Tokoh yang layak disebut memiliki kapabilitas tinggi yakni Frans Seda. Ketika Bung Karno menjadi presiden, Frans Seda muda diangkat menjadi menteri. Bung Karno lengser dan Soeharto naik tahta yang kemudian meminggirkan orang-orang yang berbau Soekarno, tetap saja Frans Seda diangkat sebagai menteri. Sampai usia sepuh dan ketika Megawati menjadi presiden, pemikiran Frans Seda tetap dipakai sebagai penasihat ekonomi. Kapabilitas Seda tidak dipertanyakan karena ukuran untuk menilainya jelas: kualitas dan produktivitas pekerjaannya.

Pilar ketiga, otoritas. Sesuai dengan namanya, otoritas merupakan wewenang jabatan dengan basisnya legalitas formal. Tujuan otoritas adalah untuk menggerakkan organisasi. Didalamnya juga termasuk alat untuk menegakkan disiplin dan peraturan. Bicara tentang otoritas, tokoh yang layak disebut adalah Ali Sadikin. Ditangan Ali Sadikan, otoritas menjadi perkakas efektif untuk membangun Jakarta. Ia tegas, tegar dan tegak dalam menerapkan peraturan. Jakarta yang dulunya sebuah “kampung” besar berubah menjadi metropolitan dengan berbagai modernitasnya.

 Pilar keempat, karitas. Inilah yang sekarang menjadi mantra populer yaitu  pemimpin adalah pelayan. Ia memiliki sifat rendah hati dan respek kepada orang lain. Jabatan adalah amanah dan karena itu amanah harus dipertanggungjawabkan kepada konstituennya dengan cara melayani sepenuh hati untuk mereka. Menjadi tepat apabila Sri Sultan Hamengkubuwono IX menjadi contoh pemimpin pelayan. Sejak republik masih bayi, Sultan HB IX sudah mewakafkan dirinya untuk melayani republik. Empat pilar kepemimpinan ini sifatnya universal, bukan milik ilmu manajemen saja. Ia bisa diterapkan pada ranah apapun juga, termasuk  politik.

“Kepala daerah Tahun 2024 di Kota Cimahi  ini ada pemilu serentak pada berbagai daerah untuk memilih Gubernur dan Walikota (Bupati). Cairnya koalisi partai politik dalam mengusung calon kepala daerah menjadikan sosok jauh lebih penting ketimbang partai politik pengusung calon,” katanya.

Dia melanjutkan, memilih kepala daerah dengan demikian lebih pada persoalan sosok (personal) dari pada partai politik pengusung. Empat pilar di atas relevan menjadi tolok ukur dalam memilih kepala daerah yang mumpuni.  Jika ada dua, tiga, empat atau lebih calon yang memperebutkan kursi kepala daerah, kajilah mereka dengan empat pilar itu. Berilah nilai 1 sampai 5 untuk masing-masing pilar. NIlai 1 buruk, 2 sedang, 3 cukup, 4 baik, dan 5 istimewa.

“ Calon kepala daerah yang paling layak dipilih adalah dia yang mendapat nilai tertinggi. Selamat memilih kepala daerah yang terbaik di Kota Cimahi,” pungkasnya.

Baca Lainnya

Topik Populer

Berita Populer