Limawaktu.id, Kota Bandung –Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan judicial review Undang-Undang Cipta Kerja yang menyebutkan ada 21 pasal yang dibatalkan oleh MK, menjadi angin segar buat kaum buruh khususnya dalam penetapan Upah Minimum Tahun 2025.
“Kami akan mengawal pelaksanaan putusan MK tersebut agar tidak ditafsirkan melenceng dari pertimbangan hukum dan putusan MK,” ungkap Ketua DPD KSPSI Jawa Barat Roy Jinto Ferianto, dalam keterangan tertulisnya, Senin , 11 November 2024.
Menurutnya, sifat putusan MK final and binding artinya putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan MK ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat
Dia meyebutkan, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023 yang mengubah 21 pasal dalam Klaster Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja secara otomatis berlaku sejak putusan tersebut di ucapkan, dan putusan MK tersebut berlaku asa erga omnes berlaku dan mengikat siapa saja, oleh karena itu kami meminta kepada Pemerintah untuk melaksanakan putusan tersebut.
“Putusan MK tersebut berdampak terhadap ketentuan pasal-pasal yang ada dalam klister ketenagakerjaan di UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja,” katanya.
Dia menyebut, Pasal 42 ayat (4) mengenai TKA MK menyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai” Tenaga Kerja Asing dapat di pekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang di duduki dengan memperhatikan pengutamaan penggunaan tenga kerja Indonesia.”
“Artinya penggunaan TKA Kembali keaturan UU 13/2003 yaitu TKA hanya untuk jabatan-jabatan tertentu dan mempunyai keahlian tidak boleh unskiil workers,” sebutnya.
Hal yang sama pada Pasal 56 ayat (3) mengenai PKWT/Kontrak MK menyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ”Jangka waktu selesainya suatu pekerjaan tertentu tidak melebihi paling lama 5 (lima) tahun, termasuk jika terdapat perpanjangan.
“Artinya PKWT/pekerja kontrak hanya untuk jenis pekerjaan tertentu saja dan waktunya paling lama 5 tahun termasuk perpanjangan kalau pekerja/buruh tersebut PKWT nya ada perpanjangan,” paparnya.
Pasal 88C mengenai Upah Minimum MK menyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai”termasuk gubernur wajib menetapkan upah minimum sektoral pada wilayah provinsi dan dapat untuk kabupaten/kota.”
“ Artinya Upah Minimum Sektoral Kembali ada dan wajib ditetapkan oleh Gubernur, karena UU Cipta Kerja menghapus Upah Minimum Sektoral. MK menyatakan penghapusan itu bertentangan dengan UUD 1945 dan dikembalikan lagi sebagaimana UU 13/2003,” imbuhnya.
Jinto juga menyatakan, Pasal 88D ayat (2) “Frasa Indeks Tertentu” MK menyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai.” Indeks tertentu merupakan variabel yang mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi atau kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan Perusahaan dan pekerja/buruh serta prinsip proporsionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) bagi pekerja/buruh.”
“Artinya penetapan Upah Minimum Tahun 2025 tidak lagi menggunakan formula indeks tertentu (alfa) 01 s.d 03, melainkan harus mengacu pada putusan MK. Dewan pengupahan Provinsi dan Kabupaten/Kota harus menghitung dan merumuskan nilai kontribusi tenaga kerja di wilayah masing-masing terhadap pertumbuhan ekonomi,” tuturnnya.