Limawaktu.id,- Kementerian ATR/BPN ingin memastikan bahwa setidaknya seluruh masyarakat ikut mendapatkan manfaat dari Program Percepatan Reforma Agraria (PPRA). Bahkan pihaknya bersama Bank Dunia berkolaborasi melakukan Kajian Kerentanan Sosial (KKS).
“Kajian ini untuk melihat risiko-risiko adakah masyarakat yang mungkin tidak sepenuhnya menerima manfaat, makanya dilakukan Kajian Kerentanan Sosial,” ungkap Direktur Jenderal (Dirjen) Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (SPPR) Virgo Jaya Eresta dalam keterangan tertulisnya, Rabu (14/6/2023).
Menurut Virgo, ada lima fokus yang menjadi pembahasan dari temuan KKS sejak dilaksanakan di sembilan provinsi tahun 2020 dengan bantuan universitas setempat. Hal tersebut antara lain terkait keterlibatan masyarakat dalam pengumpulan data pertanahan yang masih sering menimbulkan isu perempuan (keberpihakan gender), masyarakat adat, masyarakat yang tinggal di daerah guntai (absente), serta kawasan terlarang/dilindungi yang rentan sosial mengalami banyak tantangan dalam mengamankan hak atas tanah mereka, terutama dalam proses penguasaan dan pendaftaran tanah.
“Yang pertama ialah pengumpul data, karena saat ini semua partisipasinya dari masyarakat, jadi dilihat bagaimana keterwakilan itu sendiri dari masyarakat. Yang kedua, di sisi gender bagaimana kita terus mendorong pemegang hak itu. Walaupun data kita sudah bagus, data kepemilikan sertipikat wanita sudah 41%, ini sebenarnya tidak terlalu jauh, menurut World Bank ini juga cukup baik daripada negara-negara lain, tapi tetap kita dorong supaya semakin setara,” katanya.
Sedangkan Terkait pemilikan tanah pertanian yang letaknya di luar kecamatan tempat tinggal pemilik tanah (tanah guntai), Dirjen SPPR menjelaskan, hal tersebut perlu dikaji untuk hak miliknya karena ditakutkan menjadi spekulan pihak luar.
“Perihal tanah guntai, jangan sampai dimanfaatkan pihak luar, sehingga tanah semakin tidak terjangkau buat penduduk setempat. Keempat, masyarakat adat juga kita kaji untuk bisa memperoleh haknya. Terakhir, bagaimana masyarakat yang berada di wilayah seperti perbatasan hutan kita bantu mereka untuk mengetahui wilayahnya dengan kita coba memisahkan hak kepemilikan dengan hak pemanfaatan,” lanjutnya.
Dia menjelaskan, Proyek PPRA itu sendiri bertujuan untuk memberi kejelasan penggunaan lahan dan hak atas tanah pada tingkat desa di 10 provinsi di Indonesia. Target utama proyek tersebut ialah mendaftarkan 7 juta bidang tanah melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap-Partisipasi Masyarakat (PTSL-PM)
Sementara, Land Tenure Specialist dari Bank Dunia, Willem Egbert van der Muur yang juga sebagai Team Leader PPRA mengungkapkan kebanggaannya atas kerja sama dengan Kementerian ATR/BPN. Ia menuturkan, kajian ini dilakukan untuk memastikan bahwa kelompok masyarakat terkait benar berperan sebagai penerima manfaat.
“Bank Dunia sangat senang melihat seluruh hasil KKS yang digabungkan, ini memberikan dasar yang sangat penting untuk diskusi termasuk dengan stakeholder eksternal, terutama tentang implikasi kebijakan dan bagaimana masalah ini dapat dihadapi. Dari hasil seluruh studi KKS, sudah terbukti Kementerian ATR/BPN sangat serius dengan isu kerentanan sosial ini,” pungkasnya.