Jumat, 31 Mei 2024 17:13

Kebijakan Jokowi Potong Gaji Buruh untuk Tapera Menuai Kecaman

Penulis : Halomoan Aritonang
Mantan Sekjen Partai Rakyat Demokratik  era Budiman Soetjatmiko Petrus Hariyanto memberikan keterangan pers terkait program Tapera dikalangan buruh, Jum’at (30/5/2024).
Mantan Sekjen Partai Rakyat Demokratik era Budiman Soetjatmiko Petrus Hariyanto memberikan keterangan pers terkait program Tapera dikalangan buruh, Jum’at (30/5/2024). [Istimewa]

Limawaktu.id, Jakarta - Petrus Hariyanto, mengecam kebijakan Presiden Jokowi mewajibkan semua pekerja gajinya dipotong 3 persen untuk Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat)).

 “Di tengah situasi ekonomi menurun ini ditandai dengan upah riil yang merosot, kebijakan itu sangat mencekik leher para pekerja. Pendapatan riil mereka semakin turun dan menggerus daya beli, pada gilirannya juga akan mempengaruhi situasu ekonomi secara nasional,” ujar mantan Sekjen Partai Rakyat Demokratik  era Budiman Soetjatmiko itu.

Mantan Tahanan Politik (Tapol)  Orba yang pernah mendekam di LP Cipinang itu mengatakan.  Kebijakan Presiden Jokowi mencari dana bagi pembiayaan rumah murah tidak harus dibebankan kepada pekerja.

“Ini namanya negara tidak ikut serta atau cuci tangan dalam hal ini. Negara seharusnya hadir, bukannya malah dilemparkan tanggungjawab dan bebannya kepada rakyat kecil,” kecamnya.

Dirinya  tidak menemukan sistim dimana Tapera nantinya akan memunculkan kemudahan rakyat memiliki rumah dengan skema pembiayaan yang ringan. Tapera hanya akan menjadi sumber dana bagi pembangunan rumah dimana masyarakat yang berpenghasilan tinggi yang dapat mengakses, sedang kelas pekerja tetap tidak mampu menjangkaunya.

Petrus memberikan contoh, Pemerintahan Anies Sandi sewaktu kampanye menjanjikan DP 0 persen. “Saya rasa sebuah janji kampanye yang berbau mengelabui pemilih. Dengan DP 0 persen tanpa ada bantuan yang signifikan dari Pemda DKI, tetap angsuran tinggi.

“Hanya pegawai yang berpenghasilan 10 juta ke atas (kelompok menengah ke atas) yang mampu memanfaatkan program itu. Para buruh dengan penghasilan UMP saat ini akan gigit jari,” tegasnya.

Kalau benar-benar pemerintah ingin berpikir rakyat mempunya rumah, negara harus hadir dan menyediakan dana yang sangat besar untuk perumahan rakyat.

“Saya meragukan pemerintahan sekarang yang berorientasi pasar. Dan semakin ragu ke pemerintahan ke depan mempunyai kemampuan mengalokasikan anggaran tersebut. Jauh-jauh hari mereka sudah menyiapkan adanyanya pertambahan kementerian menjadi 40 buah. Sebuah langkah menggerogoti kemampuan APBN kedepan untuk dapat mensejahterakan rakyat ,” tandasnya.

Baca Lainnya

Topik Populer

Berita Populer