Cimahi - Dua Ibu Rumah Tangga (IRT) ditangkap polisi karena mengedarkan sediaan farmasi jenis obat penggugur kandungan. Mereka ditangkap akhir bulan Agustus di dua tempat berbeda.
Kedua tersangka berinisial LY (31) diamankan di Kampung Sukanagara, Desa Pagerwangi, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) serta SA (26) yang diamankan di Jalan Batu Nunggal Indah, Kecamatan Bandung Kidul, Kota Bandung.
"Jadi ada 2 orang yang sudah ditangkap semuanya perempuan terkait masalah aborsi. Mereka melakukan transaksi obat aborsi secara online," ungkap Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Erdi Adrimurlan Chaniago saat gelar perkara di Mapolres Cimahi, Jalan Jenderal Amir Machmud, Selasa (8/9/2020).
Ditegaskan Erdi, bisnis yang dijalankan dua ibu rumah tangga tersebut jelas terlarang alias ilegal. Sebab, BPOM sudah menyatakan bahwa obat keras tersebut sudah tidak dijual secara bebas.
"Namun kenyataannya peredaran masih dilakukan secara online," ucapnya.
Berdasarkan pengakuan tersangka, terang Erdi, sejauh ini ada sekitar 300 orang yang sudah memesan dan membeli obat penggugur kandungan tersebut. Jajaran Satuan Reserse Narkoba Polres Cimahi masih akan melakukan pengembangan terhadap kasus tersebut.
Kepala Satuan Reserse Narkoba Polres Cimahi, AKP Andri Alam menambahkan, kasus jual obat aborsi tersebut terungkap setelah pihaknya menerima informasi terkait maraknya aksi gugur kandungan dengan mengkonsumsi obat tersebut di wilayah Kota Cimahi.
"Kemudian tim melakukan penyelidikan selama 3 minggu terhadap informasi tersebut," kata Andri.
Hasil penyelidikan, akhirnya identitas tersangka LN diketahui. Polisi kemudian melakukan penyamaran sebagai pasien. Setelah cukup bukti, akhirnya tersangka pertaman diamankan. Setelah dilakukan introgasi, LN mendapat obat penggugur kandungan tersebut dari tersangka SC yang kemudian ditangkap di Kota Bandung.
"Kita amankan berbagai barang bukti. Di antaranya 17 butir tablet cytotec misoprostol 200 mg (pengugur kandungan), 18 butir metformin HCL 500 gram (pembersih setelah janin keluar) dan 18 analgesyc diclofenac sodium (penahan rasa nyeri)," ungkapnya.
Kedua tersangka sudah tiga tahun menjual obat keras tersebut yang didapat secara online dari salah seorang di Jakarta. Kemudian obat penggugur kandungan itu dijual secara online menggunakan media sosial Facebook.
"Untuk tarif per sepuluh butir dijual Rp 2,5 juta. Para tersangka memperoleh keuntungan secara berjenjang sebesar Rp 2,1 juta dari modal dasar Rp 400 ribu per sekali transaksi," sebut Andri.
Menurutnya, sebelum terjun ke bisnis ilegal tersebut, para tersangka sudah mencoba obat itu untuk menggugurkan kandungan. Setelah berhasil, tersangka melihat peluang bisnis.
"Rata-rata pemesannya usia remaja yang belum memiliki ikatan pernikahan yang usia kandungannya dibawah 4 bulan," ujarnya.
Akibat bisnis ilegalnya dunia farmasi, kedua ibu rumah tangga tersebut terancam hukuman 15 tahun penjara karena melanggar Pasal 196 dan 197 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.