Opini Oleh : Izzan Faruqy Azzahir
Pada tanggal 21 Agustus 2024, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyetujui draf Revisi Undang-Undang Pilkada untuk disahkan menjadi undang-undang. Revisi ini memengaruhi persyaratan pencalonan kepala daerah dan mengubah putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Delapan fraksi DPR RI, termasuk Gerindra, Demokrat, Golkar, PKS, NasDem, PAN, PKB, dan PPP, sepakat membawa revisi ini ke Rapat Paripurna. Namun, hanya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang menolak revisi tersebut, yang sebenarnya membatalkan putusan MK.
Fraksi PDIP berpendapat bahwa putusan MK mengenai batas usia pencalonan harus diikuti, karena telah secara rinci diatur dalam pasal 7 poin d dan pasal 40 dalam rancangan undang-undang. Meskipun revisi ini telah disetujui, perdebatan tentang keterlibatan masyarakat dalam proses pembentukan undang-undang masih berlanjut. Langkah Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk merevisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) telah menimbulkan perdebatan serius dalam ruang publik. Terutama, kritik keras muncul terkait potensi revisi ini yang dianggap sebagai upaya mengabaikan atau bahkan menghapus putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024. Putusan tersebut sebelumnya telah memperkuat prinsip demokrasi dengan menegaskan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses pemilihan kepala daerah.
Mahkamah Konstitusi, sebagai penjaga konstitusi dan perwujudan kekuasaan kehakiman yang independen, telah berulang kali menegaskan bahwa setiap keputusan yang dihasilkan harus dihormati dan dijalankan oleh semua pihak, termasuk lembaga legislatif. Namun, revisi UU Pilkada yang sedang dibahas oleh Baleg DPR RI ini justru memberikan sinyal yang bertolak belakang dengan semangat tersebut. Revisi ini berpotensi mengurangi kualitas demokrasi dengan membuka ruang bagi praktik-praktik politik transaksional dan oportunis. Mahkamah Konstitusi menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah. Pada awalnya, ambang batas pencalonan minimal 20% didukung partai politik pemilik kursi di DPRD. Lalu diubah batas itu menjadi 6,5%-10% dari total suara yang sah
Setidaknya ada 3 poin yang kontroversial dalam revisi tersebut, pertama adalah potensi penguatan dinasti politik Jokowi yang kian liar menjalar disetiap detak-detik kehidupan demokrasi di Indonesia. Dalam perubahan pasa 7 ayat 2 huruf e UU Pilkada, Panja (Panitia Kerja) Baleg DPR-RI mengubah batas usia calon gubernur menjadi 30 tahun terhitung sejak calon terpilih dilantik, bukan terhitung sejak mendaftar ke KPU. Kedua, RI mengubah batas usia calon Bupati/Walikota menjadi 25 tahun terhitung sejak calon terpilih dilantik, bukan terhitung sejak mendaftar ke KPU. Ketiga, ambang batas pencalonan minimal 6,5%-10% suara sah hanya berlaku untuk partai politik non-kursi di DPRD. Dan selanjutnya, ambang batas pencalonan bagi partai pemiliki kursi di DPRD minimal 20% dari jumlah kursi atau memperoleh 25% dari perolehan suara yang sah., dari ketiga keputusan itu menjadi ciri betapa bengisnya pemerintah menjalankan skenario “kejut jantung” yang hanya memakan waktu yang sangat singkat.
Dari kedua revisi yang kata mereka adalah “adaptasi” dari putusan MK, sudah jelas terpampang mereka menjegal partai oposisi untuk bertarung dalam kontestasi Pilkada. Dan sudah terlihat sangat ironi pemerintahan Jokowi di akhir periodenya hanya menurunkan harga dirinya sebagai khalifah fil ardh yang seharusnya bisa menjadi kepanjangtanganan kebijaksanaan Tuhan YME. Dan masyarakat sipil pun sekarang sadar, tidak bisa dibodohi oleh “khodam” yang selalu menunggangi setiap perhelatan politik akbar. Biarlah “khodam” itu mati mengkerdil sendiri dengan berjalannya waktu. Kekuatan masyarakat dan alam semesta lebih dahsyat daripada “khodam” yang utopis dan oportunis.
Sekarang waktunya kita sebagai rakyat menggandeng semesta untuk sama-sama melawan kebobrokan tirani Jokowi. Satukan kekuatan padukan suara perjuangan dengan lantang, hak kita sama-sama diperkosa, diperjualbelikan, dan diremehkan. Waktunya setiap dari kita melawan dengan caranya masing-masing, ganyang pemerintahan pro-dinasti, hancurkan tanpa sisa!