Limawaktu.id, Kota Bandung – Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Barat menyoroti lambannya tindakan yang dilakukan oleh Pemkot Bandung terutama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandung atas dugaan terjadinya mal administasi terkait keberadaan usaha peternakan sapi yang berada di Jalan Permata Sari XII Arcamanik, Kota Bandung. Pasalnya, Warga sudah lama melaporkan hal ini ke pihak terkait, terutama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandung.
Namun dalam perjalannya Dinas bersikap jika usaha peternakkan yang dimiliki oleh Bambang Haryanto tersebut sudah memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) yang telah terdaftar di Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bandung.
Melansir detik.com, dijelaskan bahwa warga RW 11 yang berjumlah 44 Kepala Keluarga (KK) menyutujui adanya pembangunan usaha tersebut. Bambang Haryanto juga menyatakan pihaknya memperkerjakan sebagian warga RW 11, Kecamatan Arcamanik tersebut

Namun, berbeda dengan apa yang dialami warga Arcamanik, Kota Bandung dilokasi tersebut ada usaha peternakan dan penggemukkan sapi ilegal yang kerap kali membuang limbah ke aliran Sungai Cirongge. Limbah berupa kotoran dan urine sapi menyebabkan polusi bau bagi masyarakat.
“Penindakan akan pencemaran itulah yang diperjuangkan oleh Iskandar bersama warga lainnya selama 15 tahun. Kang Is (sapaan Iskandar) mendiami tempat tinggal yang tak jauh dari peternakkan sapi,” terang Direktur WALHI Jawa Barat, Wahyudin Iwang, dalam siara pers yang diterima Limawaktu.id, Senin, 16 Juli 2024.
Menurut Iwang, Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandung dalam penegakan hukumnya lemah pada saat merespon aduan warga.
“Kerugian jangka panjang jelas akan menjangkit kita semua, tetapi keseriusan pemerintah seolah menganggap enteng permasalahan ini. Untuk itu WALHI Jawa Barat sekali lagi merekomendasikan tindakan yang khusus secara transparan dalam penutupan usaha ilegal yang ada di Arcamanik, Kota Bandung, sebab menyalahi aspek-aspek yang mendukung lingkungan yang baik dan sehat,” kata Iwang
Dia menjelaskan, Menurut pandangan WALHI Jawa Barat, penggunaan ”pemberdayaan masyarakat” menjadi tameng berdirinya usaha ilegal tidak bisa dibenarkan. Ada prosedur perizinan yang wajib ditempuh. Izin merupakan norma pengatur atau pengendali agar masyarakat dalam melakukan sesuatu (bisnis maupun lainnya) sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Izin menjadi representative instrument dengan tujuan utama mencegah perilaku menyimpang dari hukum.
“Apalagi dengan lahirnya Undang-undang Cipta Kerja yang memunculkan suatu sistem OSS dan memunculkan istilah-istilah baru merupakan celah baru bagi para oknum yang memiliki kepentingan atas nama “pemberdayaan masyarakat” sekitar. Kelalaian pada kaidah-kaidah tata ruang yang sebenarnya sudah jelas diatur dalam dokumen RTRW, kaidah lingkungan yang baik, dan kaidah yang terkandung dalam masyarakat yang seharusnya ditempuh, diringkas menjadi begitu singkat sehingga tidak menjadikan lahirnya peraturan baru malah menambah parah nilai yang muncul soal kualitas tata ruang di kota Bandung,” jelasnya.
Tak hanya itu, kata dia Kajian WALHI Jawa barat menyoal Pemanfaatan tata Ruang yang tidak sesuai dan tidak diurus serius oleh pemerintah daerah ialah soal adanya bangunan yang digunakan menjadi peternakan sapi. Apabila merujuk terhadap dokumen RTRW bahwa keberadaan peternakan tersebut tidak sesuai karena di dalam dokumen lokasi tersebut masuk ke zona pemukiman. Bahwa zona yang dimaksud termasuk ke dalam blik Sukamiskin, Arcamanik.
“Selain adanya kesalahan dalam pemanfaatan tata ruang sebagaimana penelusuran WALHI Jawa Barat bahwa peternakan sapi tersebut membuang limbah sampai ke sungai Cipamokolan, sedangkan apabila kembali dilihat di dalam dokumen RTRW sungai Cipamokolan sebagi Sungai Drainase Primer. Lantas dalam kasus ini dimana ketegasan pemerintah dan apa yang sudah dilakukan,?” paparnya.
Kecenderungan pendirian usaha kerap bukan dengan tujuan utama mensejahterakan masyarakat, namun untuk meraih profit bagi pemilik. Keharusan awal dalam pemenuhan kegiatan usaha adalah membuat Izin Usaha. Sebuah usaha yang ada, tanpa kelengkapan surat yang diperlukan disebut usaha ilegal. Usaha ilegal yang WALHI Jawa Barat lihat untuk kasus usaha peternakan ilegal di Arcamanik ada dua kemungkinan.
Pertama, kemungkinan berjalannya usaha tanpa dibarengi dengan pengawasan dan monitoring pemerintah. Kedua, terjadi maladministrasi yang dilakukan oleh pejabat pemerintah. Maladministrasi menurut Pasal 1 ayat (3) UU No. 37/2008, adalah perilaku atau perbuatan melanggar hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain. Sangat memungkinkan jika usaha ilegal diselipkan oleh pejabat yang tentunya ini menjadi pertanggungjawaban pidana pejabat.
WALHI Jawa Barat menduga ada pelanggaran terhadap prosedur penerbitan izin lingkungan. Pasal 37 ayat 1 Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) No. 32/2009, Pelanggaran terhadap prosedur penerbitan izin usaha atau kegiatan, padahal izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha atau izin kegiatan. (Pasal 40 ayat 1 UUPLH), Indikasi pelanggaran berupa pengabaian atau kelalaian terhadap kewajiban hukum untuk melakukan pengawasaan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan terhadap persyaratan izin usaha dan atau kegiatannya. (Pasal 71 ayat 1 UUPLH) serta pelanggaran berupa pengabaian atau kelalaian penanggung jawab usaha dan atau kegiatan terhadap persyaratan izin lingkungannya. (Pasal 72 ayat 1 UUPLH).
Jika ditemukan adanya mal-administrasi dalam usaha tentu akan bertujuan pada pertanggungjawaban pribadi (faute de personale), sifatnya berupa administratif, perdata, bahkan pidana, “ pungkasnya.
“Arcamanik sendiri masuk ke dalam pemukiman dengan kepadatan sedang. Dalam RTRW Kota Bandung, persiapan untuk pemukiman adalah mengintegrasikannya dengan fasilitas umum yang mudah diakses. Sebabnya dipertimbangkan usaha-usaha yang akan didirikan di wilayah tersebut. Apabila tidak memiliki izin lingkungan seharusnya pejabat daerah tidak menerbitkan izin usaha (Pasal 40 ayat 1 UUPLH),” pungkasnya.