Limawaktu.id - Majelis Hakim menjatuhkan hukuman tiga tahun enam bulan, denda Rp 100 juta, subsidair kurungan dua bulan terhadap Bos pengembang Meikarta, Billy Sindoro. Vonis lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan korupsi (KPK).
Hal itu terungkap dalam sidang putusan suap izin proyek Meikarta di Pengadilan Tipikor PN Bandung, Jalan RE Martadinata, Selasa (5/3/3019). Selain Billy, majelis juga membacakan putusan untuk ketiga terdakwa lainnya, yakni Hendry Jasmen P Sitohang, Fitradjaja Purnama, dan Taryudi.
Dalam amar putusannya, majelis yang dipimpin Judijanto menyatakan terdakwa Billy Sindoro terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan, sebagaimana dakwaan kedua yakni pasal 5 ayat (1) hurup b Undang-undang Tipikor.
"Menjatuhkan hukuman pidana selama tiga tahun dan enam bulan, denda Rp 200 juta, subsidair kurungan dua bulan," katanya.
Sebelum membacakan amar putusannya, majelis juga menyebutkan hal yang memberatkan dan meringankan sebagai bahan pertimbangan. Yang memberatkan perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah memberantas korupsi, tidak mengakui perbuatanya, dan pernah dihukum. Sementara yang meringankan terdakwa bersikap sopan, dan memiliki tanggungan keluarga.
Sementara untuk terdakwa Hendry Jasmen divonis hukuman tiga tahun penjara, denda Rp 50 juta, subsidair kurungan satu bulan. Sedangkan untuk terdakwa Fitradjaja Purnama dan Taryudi masing-masing divonis hukuman satu tahun enam bulan, denda Rp 50 juta, subsidair satu bulan kurungan.
Sebelumnya Billy Sindoro dituntut maksimal JPU KPK, atau hukuman penjara lima tahun denda Rp 200 juta, subsidair kurungan enam bulan. Sementara tiga orang terdakwa lainnya, yakni terdakwa Hendry Jasmen dituntut hukuman penjara empat tahun, denda Rp 200 juta, subsidair kurungan enam bulan.
Kemudian untuk terdakwa Fitradjadja Purnama dan Taryudi, masing-masing dituntut hukuman dua tahun penjara, denda Rp 100 juta, subsidair kurungan tiga bulan.
Atas putusan tersebut, terdakwa Fitradjaja dan Taryudi menerimanya. Sementara terdakwa Billy Sindoro dan Hendry Jasmen P Sitohang pikir-pikir. Begitu juga dengan tim JPU KPK mengaku pikir-pikir.
"Kita pikir-pikir dulu, karena masih perlu didiskusikan dulu dengan jaksa dan melapor ke pimpinan. Tapi kita mengapresiasi majelis yang mengakomodir semua pertimbangan kita," kata JPU KPK I Wayan Ryana usai persidangan.
Sementara itu kuasa hukum terdakwa Billy Sindoro Ervin Lubis sangat menyayangkan persidangan kasus dugaan suap perizinan proyek Meikarta berlangsung dengan stigma "pasti bersalah". Padahal sejatinya, Majelis Hakim sebuah persidangan bisa melepaskan diri dari stigma itu.
"Billy Sindoro sepantasnya menjalani sidang dengan stigma 'belum tentu bersalah' dan fakta-fakta persidangan sangat jelas membuktikan Billy Sindoro tidak memiliki peran. Dia bahkan tidak terlibat dan tidak mengambil alih proses pengurusan perizinan proyek Meikarta sehingga Billy Sindoro seharusnya dibebaskan dari semua dakwaan dan tuntutan," katanya.
Ervin menegaskan, kliennya selayaknya bebas dari semua dakwaan maupun tuntutan. Pasalnya, tidak ada fakta persidangan yang membuktikan dakwaan yang diarahkan kepada kliennya itu.
"Peran Billy Sindoro dalam proses pemberian uang kepada pejabat dan aparat Pemkab Bekasi dan Pemprov Jabar tidak pernah terbukti karena semua saksi kunci menyatakan tidak pernah melihat, bertemu, berbicara dengan Billy Sindoro tentang pemberian atau penyediaan uang untuk pejabat dan aparat. Alat bukti yang diajukan dalam persidangan tidak ada yang membuktikan hal itu," ujarnya.
Menurutnya, Billy ditangkap dan dijadikan tersangka bukan karena Operasi Tangkap Tangan (OTT) melainkan karena keterangan "de auditu" dari Fitradjaja Purnama dan Hendry Jasmen. Keterangan "de auditu" adalah keterangan yang hanya didasarkan pada informasi dari mereka berdua, yang tidak pernah bisa dibuktikan ada perintah atau instruksi riil dari Billy Sindoro.
"Keterangan tersebut telah diperjelas dan ditegaskan saat Fitradjaja Purnama dan Hendry Jasmen menjadi saksi di persidangan. Fakta ini seharusnya menjadi pertimbangan Majelis untuk membebaskan Billy Sindoro," ujarnya.
Dalam urainnya, majelis menyatakan Billy Sindoro selaku pimpinan pengembang Meikarta melalui PT Mahkota Sentosa Utama beraama-sama dengan terdakwa Hendry Jasmin, Taryudi, dan Fitradjaja Purnama pada Juni 2017 hingga Januari 2018 dan pada Juli hingga Oktober 2018, atau setidaknya pada pertengahan 2017 hingga Oktober 2018, terdakwa melakukan, menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan yang harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut memberi sesuatu berupa uang.
"Yang seluruhnya berjumlah Rp 16,182 miliar dan SGD 270 ribu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara," katanya.
Suap itu diberikan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, yakni ke
Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin Rp 10, 8 miliar dan SGD 90 ribu, Rp 1 miliar serta SGD 90 ribu ke kepala DPMPTSP Bekasi Dewi Tisnawati, Rp 1,2 miliar kepada Kepala Dinas PUPR Jamaludin, dan. Rp 952 juta kepada Kepala Pemadam Kebakaran Sahat Maju Banjarnahor.
Kemudian kepada Kabid Penataan Ruang Dinas PUPR Neneng Rahmi Nurlaili sebesar 700 juta, Daryanto selaku Kepala Dinas LH Daryanto sebesar Rp 300 juta, Tina Karini Suciati Santoso selaku Kabid Bangunan Umum Dinas PUPR sebesar Rp 700 juta, dan E Yusuf Taufik selaku Kepala Bidang Tata Ruang Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pemkab Bekasi sejumlah Rp 500 juta.
Majelis menilai pemberian uang suap itu terkait proses perizinan proyek Meikarta mulai dari pemberian izin IPPT hingga izin lingkungan dalam proyek pendirian properti Meikarta di lahan seluas 438 hektare yang dibagi dalam tiga tahap. "Tahap pertama 143 hektare, tahap 2 193 hektare dan tahap 3 101,5 hektare dinamakan proyek Meikarta dengan konsep hunian berupa apartemen dan komersial," ujarnya.
Akibat perbuatannya, para terdakwa dijerat pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana dalam dakwaan kesatu, dan dakwaan kedua, Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana, dan dakwaan ketiga Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.