Limawaktu.id - Pernahkan rumahmu didatangi petugas PLN? Semisal hanya untuk melakukan pemeriksaan kWh meter. Tapi, pernahkan Anda berpikir bahwa orang tersebut bukanlah petugas PLN yang sebenarnya?
Kasus penipuan dalam hal pemeriksaan atau menawarkan jasa di luar kontrak dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) tentunya perlu diwaspadai. Apalagi yang menawarkan penghemat daya, padahal PLN tak menjual jasa produk tersebut.
Baru-baru ini kasus penipuan yang dilakukan oknum tak bertanggungjawab itu terjadi di Kota Cimahi. Seorang warga bernama Mirna, asal Kelurahan Cigugur Tengah, Kecamatan Cimahi Tengah terbujuk rayu oknum, sehingga memasang alat tambahan pada kWh meter di rumahnya sebagai penghemat daya.
Mirna akhirnya goyah dan menuruti penawaran jasa oknum tersebut, sehingga harus menanggung denda hingga Rp 10 juta. Denda itu diakumulasikan sejak tahun 2017, tepat ketika kWh meter di rumahnya dipasangi alat tambahan tanpa sepengtahuan PLN.
"Saya harus membayar denda Rp. 10.750.000. Jika tidak membayar, listrik di rumah saya akan diputus," kata Mirna, Rabu (18/3/2020).
Manajer PLN ULP Cimahi Kota, Putih Pandansuri Bulan menuturkan, denda yang dialami itu bermula ketika keluarga Mirna mengajukan permohonan tambah daya pada 2 November 2017. Kemudian pihak vendor yang sudah dikontrak oleh PLN melakukan realisasi tambah daya.
"Dipasanglah MCB sebagai relalisasi tambah daya. Anehnya, kWh dicopot, dikotak-katik ditempel lagi. Baru ketahuan pas dicek kemarin," jelas Putih.
Dirinya membenarkan petugas yang melakukan penambahan daya itu adalah pihak ketiga atau vendor yang sudah dikontrak. Namun tugasnya hanyalah melakukan penambahan daya, sesuai kontrak dan permohonan dari pelanggan. Tidak lebih dari itu, apalagi sampai memasang alat-alat semacam penghemat daya dan sebagainya.
"Vendor penyambungan sesuai kontrak. Yang dilakukan oknum, dia enggak ada rule untuk menjual alat-alat PLN, atau menawarkan jasa lain," tegas Putih.
Akibat ulah oknum yang tak bertanggungjawab itu, energi yang dikeluarkan pun menjadi tidak terukur. Imbasnya, pelanggan pun harus menerima risiko denda yang membengkak. "Pelanggarannya ada 2. Mempengaruhi dari pengukuran energi listrik, saat kWh ukur 100 persen dia hanya 60 persen, tapi enggak ngaruh ke daya," jelasnya.
Pihaknya bersama pelanggan saat ini tengah memikirkan opsi terbaik untuk pembayaran dendanya. Namun, kata dia, pelanggan tetap harus membayar denda sesuai pelanggaran yang dilakukan.
"Pelanggan minta keringanan, tapi tetap enggak bisa. Kita lagi memikirkan, apakah dicicil atau seperti apa," tandasnya.