Kamis, 27 Agustus 2020 15:45

Alasan Mencengangkan Kepala Kambing Selalu di Kubur di Gunung Putri Setiap Tahun

Penulis : Fery Bangkit 
tokoh masyarakat dan para sesepuh saat Menggelar Acara  ruwatan bumi
tokoh masyarakat dan para sesepuh saat Menggelar Acara ruwatan bumi [Foto Istimewa]

Bandung Barat - Sekitar tahun 1970-an, warga di kawasan Gunung Putri, Desa Jayagiri, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) sempat diguncang bencana alam yang mengancam jiwa.

Puluhan tahun lalu, Gunung Geulis atau lebih dikenal Gunung Putri dengan ketinggian mencapai 1587 mdpl itu sempat hampir longsor dengan tanah di puncak gunung yang sudah terbelah sepanjang 50 meter.

Kemudian, tokoh masyarakat dan para sesepuh melaksanakan ruwatan bumi sebagai bentuk syukuran dengan memguburkan kepala kambing. Ajaibnya menurut cerita warga setempat tanah yang terbelah dulu merekat kembali.

"Sesepuh menggelar syukuran dan mengubur kepala kambing yang ditumbalkan di tanah terbelah itu. Percaya atau tidak, tanahnya langsung rapat lagi," terang Adi Sutriana (40), tokoh masyarakat Kampung Gunung Putri saat ditemui, Kamis (27/8/2020).

tokoh masyarakat dan para sesepuh Saat melaksanakan ruwatan bumi

Acara ruwat tersebut kembali dilakukan tahun ini, dimana
Puluhan masyarakat Kampung Gunung Putri, Desa menjejali camping ground atau area perkemahan di dekat puncak Gunung Geulis, kawasan Gunung Putri.

Warga tua muda, lelaki dan perempuan berjalan beriringan di jalur menuju area perkemahan sambil membawa bermacam sesajian, tumpeng, serta seekor domba muda berwarna hitam pekat sebagai persembahannya.

"Hari ini kami laksanakan ruwatan rutin memotong domba di kawasan Gunung Putri. Ruwatan ini rutin dilakukan setiap tahun. Bukan hanya soal kepercayaan, tapi ini juga jadi adat yang harus dilestarikan oleh kami keturunan para leluhur terdahulu," ungkap Adi.

Asisten Perhutani KPH Bandung Utara, Susanto menambahkan, gelaran ruwatan bumi itu kini dimaknai sebagai penolakbala, agar kehidupan warga sekitar Gunung Putri selalu diberikan keselamatan dan diberikan keberkahan oleh Sang Pencipta.

"Ini jadi penolakbala juga. Kita harus mempersembahkan sesuatu bagi sesepuh kita yang menghuni Gunung Putri ini. Di balik gelaran ini, kan akhirnya warga dan sesepuh bisa bersilaturahmi," jelasnya.

Sebagai pengelola kawasan wisata Gunung Putri, pihak Perhutani KPH Bandung Utara tak keberatan warga tetap menggelar ritual tahunan tersebut asal tetap bermuatan positif tanpa ada niat buruk di baliknya.

"Tradisi ini kan sudah ada sejak dulu sebelum kami mengelola kawasan wisata ini. Selama positif tentu kami akan mendukung dan kedepannya akan kami coba jadikan wisata adat yang rutin dilakukan bagi pengunjung," katanya.

Soal cerita kejadian akan adanya longsor hingga membuat tanah Gunung Putri membelah, Susanto menyebut ada bekasnya yang bisa dijadikan bukti sejarah. Namun secara keilmuan, tak ada rekam jejak jelas soal kejadian tersebut.

"Kalau sisa rekahannya memang ada, tapi kalau secara catatan itu tidak ada. Itu juga kan cerita dari leluhur dan kami harus menghormati itu juga," tandasnya.

Baca Lainnya