Kamis, 17 Mei 2018 18:11

AJI: Banyak Media Langgar Kode Etik Jurnalistik dalam Pemberitaan Anak Korban Terorisme

Logo Aliansi Jurnalis Independen.
Logo Aliansi Jurnalis Independen. [Limawaktu]

Limawaktu.id - Berdasarkan pantauan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) masih banyak media yang melanggar batas Etik dalam pemberitaan soal anak-anak yang berada di lingkaran peristiwa terorisme. Termasuk di dalamnya adalah penayangan foto, gambar, dan pemberitaan yang terang-terangan menyebutkan nama dan memperlihatkan foto wajah anak-anak korban bom bunuh diri.

Demikian seruan AJI Bidang Gender, Anak, dan Kelompok Marjinal, Dian Yuliastuti yang diterima limawaktu.id, Rabu (16/5/18).

"Anak, meski orang tuanya adalah pelaku teror, tetap berada dalam posisi sebagai korban. Ia wajib mendapatkan perlindungan, termasuk disembunyikan identitasnya dari setiap pemberitaan. Terlebih jika ia selamat, maka media perlu diingatkan untuk mempertimbangkan masa depan mereka, kemungkinan trauma, diskriminasi sosial, dan tekanan publik yang bisa mereka alami. Termasuk membawa stigma sosial seumur hidup", jelas Dian.

Menurutnya, fenomena tersebut bertentangan dengan Kode etik jurnalistik yang menyebutkan tata kerja seorang jurnalis.

"Pasal 2 penafsiran poin f menyatakan bahwa wartawan Indonesia menempuh cara yang profesional dalam menjalankan tugas jurnalistik, menghormati pengalaman traumatik dalam penyajian gambar, foto dan suara. Selain itu disebutkan dalam Pasal 5 yang berbunyi bahwa wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan", tutur Dian.

Media terutama media online agar mengoreksi berita yang melanggar kode etik dengan pertimbangan keselamatan dan masa depan anak-anak korban peristiwa tersebut seperti disebutkan dalam Pedoman Media Siber.

"Pasal 5- poin a menyatakan bshwa berita yang sudah dipublikasikan tidak dapat dicabut karena alasan penyensoran dari pihak luar redaksi, kecuali terkait masalah SARA, kesusilaan, masa depan anak,pengalaman traumatik korban atau berdasarkan pertimbangan khusus lain yang ditetapkan dewan pers.", pungkas Dian.

Baca Lainnya