Limawaktu.id- Kita dilahirkan dalam keadaan telanjang. Tak sebutir benang pun melekat di tubuh kita. Hanya lendir dan tetesan darah yang menyertai kehadiran kita ke dunia ini. Sejak kecil kita diurus, dididik, dan dibesarkan oleh kedua orang tua kita dengan kasih sayangnya. Mereka melakukannya dengan tulus, tanpa mengharapkan imbalan sedikit pun. Sampai akhirnya kita beranjak dewasa, mampu mencari nafkah sendiri, dan memiliki pendamping hidup setia semati.
Dalam perjalanan hidup, kadang kita melupakan jasa kedua orang tua kita. Kesuksesan kadang membuat kita pongah dan lupa diri. Kita tak pernah melibatkan jasa mereka dan andil Allah yang Maha Kuasa. Begitulah manusia yang suka khilaf bersyukur atas nikmat-Nya.
Hidup di dunia ini bukan selamanya. Kita semua tahu itu, tapi terkadang mengabaikannya. Kesibukan dunia membuat kita terlena, padahal waktu yang tersita tak akan kembali menyapa. Sementara usia terus menggerus fisik kita, sampai kita sadar kalau rambut pun sudah hampir memutih semua. Kulit pun mulai mengkerut dan tulang pun semakin melemah.
Jika dulu kita menjadi anak, maka kini sudah menjadi bapak atau emak. Bahkan, kita mungkin juga sudah menjadi kakek dan nenek. Namun, kita masih suka tertawa, bercanda, dan berselfie-ria, seakan-akan masih remaja.
.
Satu persatu gigi kita mulai tanggal. Jalan sedikit saja mulai kesemutan. Kena angin malam sedikit badan cepat masuk angin. Batuk sedikit saja membuat badan kita terasa ringkih, bagai rumah tua terkena angin puting beliung.
Saat reuni tiba, teman kita semakin sedikit yang hadir. Ada yang terkulai lemah karena sakit, ada pula yang masih sibuk dengan urusan dunia. Sebagian lagi sudah pergi selamanya menghadap Sang Maha Pencipta.
.
Kalau hari ini ada teman kita yang pergi, mungkin besok atau lusa giliran kita yang menyusulnya. Dunia ini hanya persinggahan sementara dan bukan ranah keabadian. Kita wajib mengingat kematian yang selalu siap menjemput, tanpa ada seorang pun yang mampu menghalanginya.
Oleh: Jehaka Barajati