Perlu di ingat bahwa pada tahun 2013, Deddy Mizwar dilobi oleh Ahmad Heryawan (Aher) untuk menjadi cawagubnya, karena Aher harus berhadapan dengan Dede Yusuf yang memiliki popularitas dan elektabilitas tinggi. Aher membutuhkan popularitas Demiz untuk mengalahkan pasangan Dede Yusuf – Lex. Secara personal, Aher memiliki basis suara dari pemilih PKS, dan basis ini jelas tidak cukup untuk mengalahkan Dede Yusuf. Karena itulah Aher mesti menambah basis suara dengan menggandeng Demiz.
Dengan begitu, Aher memiliki basis suara PKS di satu sisi, dan Demiz memiliki basis suara massa lainnya di sisi yang lain. Hasilnya, pasangan ini memenangkan Pilgub 2013. Tanpa peran Demiz, Aher takkan menjadi gubernur untuk yang kedua kali.
Kemudian, saat PKS pada pilgub 2018 ini akhirnya mencalonkan Sudrajat-Syaikhu, tentu saja para pemilih PKS akan mendukung pasangan yang didukung partainya, dan meninggalkan Demiz. Oleh sebab itu, kalau kita membaca atau melihat sejumlah kalangan yang sebelumnya mendukung Demiz lalu berpaling ke Sudrajat-Syaikhu, itu adalah kalangan murni dari basis pendukung PKS yang dulu mendukung Aher-Demiz karena faktor Aher yang berasal dari PKS.
Sekalipun mereka bilang misalnya “Bang Deddy, dulu saya mendukung Anda namun karena saya tidak setuju dengan cawagub Anda maka saya beralih mendukung pasangan Sudrajat-Syaikhu”, maka sebenarnya mereka itu berasal dari kalangan pendukung PKS. Mereka bukan basis pendukung murni Demiz sejak awal, melainkan merupakan basis PKS (Aher).
Artinya, orang-orang yang katanya mengalihkan dukungan dari Demiz ke Sudrajat itu, ya mereka memang bukan basis utama Demiz. Karenanya, Demiz tidak akan dirugikan oleh beralihnya dukungan mereka. Mengapa? Karena basis utama dukungan untuk Demiz adalah suara yang dulu memilih pasangan Aher-Demiz karena faktor Demiznya, bukan Aher. Jadi, secara personal, Demiz sendiri adalah sebuah kekuatan yang sangat diperhitungkan. Inilah basis pertama pendukung pasangan 2dm.
Kedua, secara branding sosiologis, Deddy Mizwar itu tercitrakan sebagai sosok religius-modernis. Pada pilpres yang lalu, kalangan religius-modernis banyak berafiliasi kepada capres Prabowo. Nah, karena sosok religius-modernis Jabar saat ini ada pada sosok Demiz, maka sebagian dari para simpatisan Prabowo 2014 dulu akan memilih pasangan 2DM karena sosok Demiznya, selain juga karena faktor Dedi Mulyadi (yang ini kita bahas pada tulisan berikutnya). Jadi, basis kedua kekuatan pasangan 2DM akan berasal dari sebagian simpatisan Prabowo.
Seberapa besarkah basis suara Prabowo yang akan memilih pasangan ini? Tentu saja belum pasti. Mayoritas pemilih Prabowo memang akan mendukung pasangan Sudrajat-Syaikhu. Tetapi, pasangan 2DM juga akan mendulang suara mereka secara signifikan. Pendukung Prabowo kemungkinan kecil mendukung pasangan Hasanudin-Anton dari PDIP.
Ketiga, karena ia termasuk pendiri partai Demokrat yang sekarang diusung secara resmi oleh partai Demokrat, maka basis utama berikutnya adalah faktor kekuatan SBY, yang pasti menggerakkan para simpatisannya untuk memenangkan pasangan 2DM. Seberapa besar kekuatan dukungan faktor SBY bagi pasangan 2DM? Setidaknya jumlah 12 kursi di DPRD Jabar menjadi cerminan kekuatan awal SBY di Jabar saat ini. Jika orang-orang SBY berhasil mengkapitalitasi faktor SBY sebagai kekuatan besar di Jabar, maka bisa jadi jumlah pendukung 2DM dari basis SBY ini akan lebih besar lagi.
Jadi, dengan melihat sosok Demiznya saja, setidaknya pasangan 2DM telah memiliki tiga basis suara yang sangat diperhitungkan. Yakni, karena unsur personal Demiz sendiri, unsur mantan pemilih Prabowo, dan unsur SBY yang partainya (Demokrat) di Jabar sedikit lebih besar daripada Gerindra.
Dengan perhitungan ini saja, sudah terlihat seperti apa kekuatan pasangan 2DM. Dan kita belum membahas kekuatan pasangan ini dari faktor cawagubnya, Dedi Mulyadi. Dan seperti kita ketahui, basis suara Kang Dedi sudah sangat jelas. Sebagian kecil beririsan dengan basis pendukung Demiz, tetapi sebagian besar basis suara KDM adalah murni merupakan kekuatan KDM sendiri.
