Limawaktu.id - Piutang dan denda Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) warga Kabupaten Bandung Barat (KBB) mencapai Rp 300 juta yang terhitung secara kumulatif sejak tahun 2013 sejak pengelolaan PBB sektor Perkotaan dan Pedesaan dilimpahkan ke Pemda. Piutang dan denda itu seharusnya masuk ke kas daerah.
"Piutang yang belum terbayarkan sekitar Rp 300 miliar itu ke kas daerah bukan hanya tahun 2019, tapi sejak pelimpahan PBB P2 dari pusat ke daerah mulai tahun 2013," terang Kepala Bidang Pajak Daerah 2, pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), KBB, Rega Wiguna, Sabtu (15/2/2020).
Menurutnya, piutang itu sudah termasuk pokok dan dendanya dan berasal dari berbagai elemen. Mulai dari masyarakat perorangan, institusi/lembaga, hingga pelaku usaha. Pada banyak kasus, piutang itu adalah 'warisan' dari pemilik sebelumnya.
Contohnya, pemilik tanah sebelumnya tidak membayar pajak, lalu tanah itu dibeli. Maka si pembeli wajib melunasi tunggakan pajak yang belum terbayarkan oleh pemilik sebelumnya. Hal itu ada dalam ketentuan, dimana pada saat objek pajak beralih maka segala keuntungan ataupun kerugian menjadi tanggungjawab pihak kedua atau pemilik baru.
Oleh sebab itu, tegas Rega, sebaiknya ketika terjadi transaksi jual beli objek pajak, harus dipastikan dulu bahwa pajaknya telah dibayar. Untuk denda administrasi yang diberikan ketika telat membayar PBB perbulannya adalah 2% dari nilai pajak, dan setinggi-tingginya setelah dua tahun adalah 48%.
"Makanya tidak heran kadang ada yang nilai denda administrasinya lebih besar daripada pokok pajaknya. Itu karena sudah puluhan tahun pajaknya tidak dibayar sehingga dikenakan denda maksimal," imbuhnya.
Saat ini, lanjut dia, Pemda KBB sedang mengkaji kebijakan penghapusan sanksi administrasi/denda. Penghapusan denda ini akan berlaku menyeluruh, tinggal rentang waktunya sedang dirumuskan namun direncanakan mulai dilakukan tahun ini.
Sementara untuk kebijakan pemutihan secara total piutang hal tersebut belum bisa dilakukan dan di seluruh daerah di Indonesia juga belum ada yang menerapkan. Sebab indikatornya harus jelas, misalnya jika terjadi Kjadian Luar Biasa (KLB).