Limawaktu.id,- Mencermati rencana Pemerintah menggunakan bandara kertajati untuk pemberangkatan Jemaah haji tahun ini, ombudsman Republik Indonesia menyarankan agar Pemerintah mempertimbangkan kembali rencana tersebut karena terlalu dipaksakan dan menanggung resiko cukup besar, demikian siaran pers yang diterima limawaktu.id, Rabu (18/4/18).
Anggota Ombudsman, Alvin Lie, mengingatkan bahwa dengan panjang landasan pacu hanya 2.750 meter, secara teknis bandara Kertajati belum memenuhi syarat keselamatan penerbangan pesawat berbadan lebar seperti Airbus A330 dan Boeing 777 dengan muatan penuh (penumpang, bagasi, bahan bakar dan logistik) untuk penerbangan jarak jauh menuju Arab Saudi.
"Apabila terjadi kondisi cuaca yang kurang ideal atau gangguan teknis saat tinggal landas atau mendarat, resikonya terlalu besar", ucap Alvin Lie.
Untuk mengatasi sempitnya marjin keselamatan, maskapai pengangkut (Garuda Indonesia) berencana untuk meminimalisir beban pesawat dengan hanya mengangkut Penumpang beserta Bagasi saja, tanpa logistik seperti makanan/ katering, dan bahan bakar secukupnya saja untuk terbang dari Kertajati ke Soekarno-Hatta.
"Pengisian bahan bakar serta logistik yang dibutuhkan untuk penerbangan menuju Jeddah akan dilakukan di bandara Soekarno-Hatta. Hal ini menegaskan bahwa sebenarnya bandara Kertajati belum memenuhi syarat keselamatan penerbangan untuk pengoperasian pesawat berbadan lebar yang akan digunakan mengangkut Jemaah Haji", lanjutnya.
Pola penerbangan Kertajati - Jeddah dengan transit di bandara Soekarno-Hatta tentu menambah lama durasi penerbangan. Diperkirakan proses pemuatan logistik dan pergerakan pesawat di Soekarno-Hatta akan membutuhkan waktu sedikitnya 90 hingga 120 menit. Tambahan durasi penerbangan ini pada akhirnya akan berimbas terhadap beban fisik dan mental Jemaah Haji.
Disamping itu, pola ini juga akan menambah kepadatan lalu lintas penerbangan di Soekarno-Hatta yang sudah mencapai 80 pergerakan pesawat per jam.
Jarak udara antara bandara Kertajati dengan bandara Soekarno-Hatta, hanya sekitar 185 kilometer, setara dengan jarak antara bandara Soekarno-Hatta dengan bandara Radin Inten, Lampung. Jika diterbangi langsung, jarak tersebut dapat ditempuh dalam 15 menit.
Namun peraturan lalu lintas udara mengharuskan pesawat mengikuti jalur lalu lintas penerbangan sehingga lama penerbangan menjadi sekitar 45 menit hingga 1 jam tergantung pada kepadatan lalu lintas udara di bandara Soekarno-Hatta.
Alvin Lie juga mempertanyakan apakah bandara Kertajati sudah terdaftar dan mendapat persetujuan (flight approval) dari pemerintah Arab Saudi sebagai titik embarkasi Haji yang merupakan persyaratan mutlak bagi operasi pengangkutan Haji.
Jika belum, bandara Kertajati hanya berfungsi sebagai bandara Pengumpan (Feeder), sedangkan bandara embarkasi sesungguhnya adalah Soekarno-Hatta.
Apabila Kertajati hanya berfungsi sebagai feeder, demi keselamatan penerbangan, akan lebih baik jika Jemaah Haji diangkut menggunakan pesawat Airbus A320 atau Boeing 737 dari Kertajati menuju Soekarno-Hatta.
Konsekuensinya adalah dibutuhkan waktu lebih lama untuk singgah dan pindah pesawat di Soekarno-Hatta serta membengkaknya biaya operasional Garuda.
Saat ini bandara Kertajati baru selesai pembangunan infrastruktur dasarnya, sedangkan sistem pendukung seperti koneksi internet, transportasi multi-moda dan alur pelayanan belum terbukti handal dan lancar, sehingga berpotensi mengalami berbagai kendala dalam beberapa bulan pertama, sebagaimana yang terjadi pada awal pengoperasian Terminal 3 bandara Soekarno-Hatta.
Demi menjamin keselamatan, kelancaran dan kenyamanan Jemaah Haji, Ombudsman Republik Indonesia menyarankan agar Pemerintah mempertimbangkan kembali pengoperasian bandara Kertajati untuk embarkasi Haji tahun 2018.
Untuk tahun depan, jika panjang landasan pacu sudah tuntas menjadi 3.200 meter dan infrastruktur pendukung lainnya, seperti Asrama/ Penampungan Calon Jemaah Haji dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan, sudah tersedia serta terbukti kehandalannya, bandara Kertajati akan lebih layak dan siap untuk berfungsi sebagai embarkasi.