Selasa, 21 Juli 2020 21:47

Maaf Nak! Uang Kaget Buat Beli Sepatu Dipotong Desa

Penulis : Fery Bangkit 
 Dede (44) dan keluarga saat dijumpai awak media.
Dede (44) dan keluarga saat dijumpai awak media. [Foto istimewa]

Bandung Barat - Sungguh apes nasib Budi Hidayat (44) dan Dede (44). Sepasang suami istri asal Kampung Lebak Lisung, 05/06, Desa Baranangsiang, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat (KBB) dipaksa merelakan bantuan yang diterimanya dipangkas.

Seharusnya, pasangan suami istri yang tinggal di rumah panggung milik anak pertamanya itu mendapatkan Rp 1,8 juta dari dari program Bantuan Sosial Tunai (BST) Kementerian Sosial (Kemensos) RI untuk tiga bulan.

Namun yang diterima keluarga kurang mampu itu hanya Rp 600 ribu atau hanya untuk sebulan saja. Sedangkan sisanya Rp 1,2 juta harus diserahkan kepada pihak desa.

Padahal, dengan uang Rp 1,8 juta tersebut Budi dan Dede sudah menyusun sejumlah rencana. Seperti membelikan peralatan sekolah untuk Si Bungsu yang baru masuk sekolah dasar, kebutuhan sekolah anak keduanya hingga memperbaiki bagian dapur rumahnya yang sudah rusak dan lapuk.

"Tadinya mau beli sepatu, beli tas kan anak mau masuk SD. Terus mau beli kayu buat benerin dapur," tutur Dede saat ditemui, Selasa (21/7/2020).

Dede ingat betul ketika pihak desa memberitahunya bahwa ia dan keluarganya akan mendapat bantuan. Kemudian sepekan lalu, tepatnya 15 Juli ia dan warga lainnya yang mendapat bantuan serupa berangkat menuju Kantor POS di wilayah Sindangkerta yang difasilitasi pihak desa.

Uang yang diterimanya saat di Kantor POS itu utuh sebesar Rp 1,8 juta. Namun saat di mobil menuju perjalanan pulang, pihak desa meminta Rp 1,2 juta. "Padahal saya pegang uang sebesar itu. Udah ngebayangin beli sepatu. Tapi kenapa yang diambilnya besar," ujar Dede.

Seketika itu Dede menjadi lemas. Terpaksa ia harus mencari alasan untuk menjelaskan kepada anak bungsungnya. Sementara dapur rumahnya yang sudah rusak dan tidak laik gagal diperbaiki. Padahal, beberapa bilik di beberapa sudut sudah menganga dan sangat butuh perbaikan.

Uang tersisa potongan sebesar Rp 600 ribu itupun digunakannya untuk membayar utang. Ia coba mengikhlaskan yang disebutnya uang kaget itu.

"Utang juga belum kebayar semua, apalagi untuk benerin rumah sama beli peralatan sekolah anak," lirih Dede.

Penghasilan sehari-hari yang didapat Dede dan suaminya pun tak menentu. Dari hasil ngojek, suaminya rata-rata hanya mencapai Rp 20-40 ribu setiap harinya.

"Itu juga gak setiap hari, karena kan ojek kurang laku. Kalau saya, ada yang minta bantuan di kebun, saya kerjain," ungkap Dede.

Budi, suami Dede mengaku sempat meminta penjelasan kepada salah seorang mengenai alasan pemotongan yang cukup besar itu. Padahal selama ini keluarganya bukan termasuk penerima Program Keluarga Harapan (PKH) maupun Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

"Iya gak dijelasin buat apa-apanya," ucapnya.

Saat dikonfirmasi, Sekretaris Desa Baranangsiang, Iwan Saputra mengklaim pemotongan tersebut sudah sesuai kesepakatan dengan warga yang dibutuhkan dalam surat pernyataan. Uang hasil pemangkasan itu digunakan lagi untuk membantu warga yang belum mendapat bantuan.

"Jadi sebetulnya sudah sepakat antara warga dengan desa yang sudah dipotong bantuannya," sebutnya.

Menurutnya, ada 62 warga Desa Baranangsiang yang mendapat BST pada 15 Juli lalu. Sementara yang dipotong bantuannya ada 24 orang dengan besaran yang berbeda-beda. 

Baca Lainnya