Limawaktu.id, Malang – Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin mengungkapkan, Indonesia dikaruniai beragam suku, agama, ras, bahasa, dan budaya, di mana perbedaan kemudian menjadi sebuah keniscayaan. Namun, para pendiri bangsa kita berhasil menuangkan rumusan yang merekatkan kemajemukan ini dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila sebagai dasar negara.
Hal itu disampaikannya, dalam Kuliah Umum saat Dies Natalis ke-43 Universitas Islam Malang, di Kota Malang Jum’at (19/1/2024).
Dia menjelaskan, sejarah panjang bangsa telah membuktikan bahwa kebinekaan tidak semestinya membawa perpecahan, tetapi justru menjadi anugerah, modal, dan kekayaan yang mempersatukan. Inilah yang harus terus kita ejawantahkan dalam keseharian, di antaranya melalui sikap cinta tanah air, toleransi, antikekerasan, juga penghormatan terhadap tradisi.
“Tugas kita adalah memastikan fondasi persatuan di atas keberagaman ini terus dirawat dan dikelola, sehingga tidak malah menimbulkan ancaman bagi keutuhan bangsa,” jelas KH Ma’ruf Amin.
Ma’ruf Amin juga mengajak semua pihak untuk merenungkan kembali cara memaknai perbedaan. Hal ini tidak hanya menuntut peran pemerintah, tetapi juga seluruh komponen masyarakat, pemuka agama, media, partai politik, termasuk institusi pendidikan.
Menurutnya, Pemerintah telah mencanangkan visi Indonesia Emas 2045. Menuju pencapaian cita-cita ini, maka persatuan bangsa yang berlandaskan kerukunan umat merupakan prasyarat mutlak. Di sinilah moderasi beragama memegang peranan kunci untuk memastikan seluruh program dan rencana kerja bisa diimplementasikan secara maksimal.
Pada dasarnya, moderasi beragama menjadi simbol keseimbangan antara kehidupan beragama dan bernegara, sehingga tercipta toleransi dan kerukunan di seluruh aspek kehidupan. Moderasi beragama adalah perisai untuk menolak pendekatan sekuler yang memisahkan agama dari urusan negara, serta konsep negara yang diatur oleh satu agama tertentu.
“ Moderasi beragama juga akan menciptakan harmonisasi tanpa mendiskriminasi atau mengabaikan salah satu agama atau keyakinan,” katanya.
Konsep moderasi beragama sejalan dengan konsep Islam wasathiyyah yang mengajarkan umat Islam untuk menghindari ekstremisme dan menjaga cara hidup yang seimbang.
Allah swt menfirmankan dalam al quran
وَكَذٰلِكَ جَعَلۡنٰكُمۡ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَکُوۡنُوۡا شُهَدَآءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوۡنَ الرَّسُوۡلُ عَلَيۡكُمۡ شَهِيۡدًا......
Artinya: “Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ummatan wasathan (umat yang adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu….”
Ma’ruf Amin melanjutkan, NU telah memposisikan cara berpikirnya sebagai organisasi yang berpikir moderat. Karena itu rumusan dalam NU itu cara berpikirnya itu adalah cara berpikir yang menggunakan istilah Tawasu. Tawasu itu tengah-tengah, moderat, tidak tekstual, dan tidak liberal.