Limawaktu.id,- Siapa sangka, jika lelaki bernama Eko Marhendro ini pada pagi hari menjadi Guru kelas di SD Leuwigajah 3, dan siang harinya lelaki 57 tahun ini mencari tambahan dengan menjadi tukang ojek konvensional. Sebab jika mengandalkan jadi guru honorer tidak mencukupinya untuk menghidupi isteri dan dua anaknya.
Pria yang dipercaya menjadi Koordinator Pegawai Aliansi Honorer K2 Bersatu Kota Cimahi ini berkisah saat ditemui di sebuah Sekolah Dasar di Kecamatan Cimahi Selatan.
Eko menyebutkan, pertama kali menjadi guru honorer pada 2003 dengan mengajar Bahasa Inggri di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kihapit 1 Kota Cimahi. Dengan bayaran Rp 50 ribu per bulan.
"Saat itu belum ada dana BOS (Dana Operasional Sekolah)," sebut Eko.
Seiring berjalannya waktu, tugasnya sebagai guru bertambah dengan pelajaran komputer. Bayarannya naik menjadi Rp 100 ribu per bulan. Sejak adanya BOS, penghasilannya dengan menjadi guru honorer otomatis naik menjadi Rp 600 ribu per bulan.
“Sekarang ada tambahan, dari Bos R 1.650 000 dan insentif dari Disdik sebesar Rp 650.000 sehingga jumlahnya menjadi Rp.2.250.000, “ katanya.
Namun meski ada peningkatan penghasilan, itu belum mencukupi kebutuhan keluarganya. Apalagi Eko harus menyekolahkan anaknya. Menjadi tukang ojek konvensional pun dipilihnya agar bisa mendapat uang tambahan.
Aktifitas 'nyambi' itu dilakukannya disaat waktu senggang. Sebab, prioritas utamanya adalah mengajar. Apalagi Eko kini menjadi guru kelas, yang artinya harus mengajarkan seluruh mata pelajaran kepada siswanya. "Saya kadang ngojek sampingan, tapi bukan prioritas.
Guru honorer seperti dirinya hanya mengantongi surat tugas dari Kepala Dinas Pendidikan. SK itu sangat dibutuhkan bagi honorer yang belum memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). "Kita tetap meminta diangkat langsung jadi PNS. Sambil nunggu kepastian UU, kita juga minta upah sesuai UMK sama SK," katanya.
Eko menyebutkan hingg Desember 2022 ini di Kota Cimahi ada 60 orang guru honorer K2, jika dikuragi dengan yang terjaring jadi PPPK tinggal 40 orang . Pada tahun kemarin, ada yang ikut test, tapi tidak lolos namun memenuhi passing grade dan mereka termasuk prioritas satu yang dimasukan melalui pendaftaran secara online, sehingga tinggal menunggu penempatan,
Sementara, Eko dan kawan-kawan yang masuk kategori 2 dan K2, masuk menjadi prioritas dua. Yang masuk prioritas satu adalah mereka yang menunggu penempatan.
“Pada 2021 peluang menjadi PNS ada harapan, Eko tak bisa masuk karena tidak ada formasi untuk guru Bahasa Inggris di Sekolah Dasar.
Dikatakannya, Guru Bahasa Inggris K2 ini ada 8 orang, tapi yang dua orang sudah hamipr beres kuliah Program Guru Sekolah Dasar (PGSD), sementara yang enam orang lagi sedang berlangsung sementara Eko dan satu temannya tidak kuliah karena keterbatasan dana , dia lebih mempriortitaskan anaknya untuk kuliah.
“Saya berharap bisa bertemu secara langsung dengan Kepala Dinas Pendidikan Kota Cimahi, tetapi sampai saat ini belum bisa terealisasi. Mungkin beliau sibuk dan siapa diri saya ini,” ucapnya dengan nada sendu.
Saat ditanya bagaimana dengan PGRI yang menaungi para guru apakah memperjuangkan nasibnya, Eko mengatakan PGRI mungkin sifatnya hanya koordinasi saja, sehingga dia tidak tahu apakah memperjuangkan atau tidak.
Saat ini Usia 60 tinggal 3 tahun lagi namun Eko belum terbayang apakah pengabdiannya yang hampir 20 tahun ini bisa menikmati untuk diangkat menjadi PNS.
“ Jika dibilang putus asa, memang saya sering uring-uringan kadang jika diganggu orang saya sangat sensitif karea melihat yang lain yang terbilang baru bisa menjadi PNS sementara saya hingga kini belum ada kejelasan, “ pungkas Eko.