Senin, 2 September 2019 16:37

Aneh! Masa Dinkes KBB Tutup Mata Soal Jumlah Setoran BPJS ke Kas Daerah

Penulis : Muhammad Ankawijaya
Sidang Dugaan Korupsi Dana Klaim BPJS RSUD Lembang di Pengadilan Tipikor PN Bandung, Jalan RE Martadinata, Senin (2/9/2019).
Sidang Dugaan Korupsi Dana Klaim BPJS RSUD Lembang di Pengadilan Tipikor PN Bandung, Jalan RE Martadinata, Senin (2/9/2019). [Fery Bangkit]

Limawaktu.id - Faktor penyebab adanya kasus penyelewengan dana klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Lembang di antaranya karena lemahnya fungsi kontrol dari Pemerintah Bandung Barat (KBB). Parahnya, Dinas Kesehatan (Dinkes) KBB pun tidak mengetahui jumlah nominal klaim BPJS yang harus disetor ke RSUD Lembang. 

Hal itu terungkap dalam sidang dugaan korupsi dana klaim BPJS RSUD Lembang di Pengadilan Tipikor PN Bandung, Jalan RE Martadinata, Senin (2/9/2019). Dua terdakwa pun dihadirkan, yakni Kepala RSUD Lembang Oni Habibi dan bendaharanya Meta Susanti.  

Dalam sidang dengan agenda  kesaksian, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Bale Bandung menghadirkan enam orang saksi. Mereka, yakni Kadinkes KBB Hernawan, Kasubag Keuangan Dinkes KBB Juliarawani, Kasi di Dinkes KBB Lia Muliana, perawat RSUD Lembang Endah Zubaedah, dan karyawan BPJS Cabang Cimahi Yuda.

Dalam persidangan diketahui jika Dinkes KBB sama sekali tidak mengetahui jumlah nominal dana klaim BPJS yang diterima RSUD Lembang, dan harus disetorkan ke kas daerah. Mereka hanya menerima bukti setoran dari RSUD Lembang.

Kadinkes KBB Hernawan mengaku hanya mengetahui ada Momenrendum of Understanding (MoU) antara BPJS Cabang Cimahi dengan RSUD Lembang tanpa melibatkan Dinkes KBB. Itupun tahu RSUD Lembang menerima BPJS, karena banyak masyarakat pengguna BPJS dirujuk dan berobat ke sana. "Awalnya tidak tahu (korupsi), baru tahu saat Meta melapor ada uang yang terpakai," kata Hernawan.

JPU Bale Bandung pun menanyakan  berapa jumlah uang dana klaim BPJS yang diterima Dinkes dan disetorkan ke kas daerah. Hernawan pun menyebutkan, di 2017, RSUD Lembang hanya menyetorkan sebanyak lima kali dengan total Rp 2,2 miliar lebih. Sementara di 2018, hanya menyetorkan tiga kali dengan total Rp 1,4 miliar.

"Kalau disetorkan 100 persen, seharusnya yang 2017 mencapai Rp 5,5 miliar, dan di 2018 mencapai Rp 5,8 miliar," ujarnya. Hernawan menjelaskan, jumlah total nominal yang harus disetorkan ke kas daerah baru diketahui setelah pihaknya meminta laporan jumlah transfer dana klaim ke BPJS Cabang Cimahi.

Kepala Seksi Kesehatan dan Pelayanan Jaminan Sosial Dinkes KBB, Lia Muliana mengaku di 2017-2018, pihaknya sama sekali tidak dilibatkan untuk kredensial saat RSUD Lembang bekerjasama dengan BPJS. ”Untuk menentukan kriteria rumah sakit layak BPJS aja kita gak tahu. Biasanya, kalaupun ada kita hanya mendampingi saja, tanpa mengetahui rincian kerjasamanya,” ujarnya.

Ketua Majelis Sri Mumpuni kemudian menanyakan sejauh mana Dinkes KBB yang membawahi RSUD Lembang mengetahui soal kerjasama RSUD Lembang dan BPJS. Tiga orang saksi dari Dinkes KBB pun semuanya kompak tidak mengetahui.

"Jadi saudara dari Dinkes tidak tahu berapa jumlah dana klaim yang harus disetorkan ke kas daerah dari RSUD Lembang?," tanya Ketua Majelis.  ”Tidak tahu yang mulia, kami hanya menerima bukti setoran saja yang mereka bayarkan ke kas daerah,” kata Kasubag Keuangan Dinkes KBB Juli Irawan.

Anggota majelis hakim Asep Sumirat Danaatmaja pun menanyakan bagaiamana Dinkes KBB mengetahui adanya penyelewengan dana klaim BPJS yang dilakukan kedua terdakwa. Kadinkes KBB Hernawan pun mengaku awalnya tidak mengetahui. "Apakah hanya Ibu Meta saja?," tanya majelis lagi.

Hernawan pun menyebutkan, baru diketahui Kepala RSUD Lembang terlibat saat menerima laporan dari inspektorat. Awalnya dia tidak mengaku. Kalau dari keterangan Ibu Meta, dana itu terpakai untuk bisnis ternak ayam, dan lainnya. "Masa untuk ternak ayam menghabiskan Rp 7,7 miliar," tanya Asep, dan Kadinkes pun terdiam.

Majelis pun kembali menanyakan soal nominal dana klaim BPPJS yang harus diterima RSUD Lembang dan disetorkan ke kas daerah. Lagi-lagi tidak orang pejabat Dinkes yang menjadi saksi sama-sama menggelengkan kepala. "Kami hanya tau jumlah setoran ke kas daerah dari bukti setoran. Soal dana transfer dari BPJS tidak ada laporan, begitu juga dari RSUD tidak ada laporan ke kami," kata tiga orang saksi Dinkes KBB.

"Mungkin itu masalahnya, gak ada pengawasan. Ini yang harus dievaluasi. Masa gak ada laporan dana sama sekali. Rumah sakit itu kan masih dibiayai APBD. Salahnya di sini gak ada pengawasan, laporan saja gak tahu. Ini jadi kesempatan untuk menyelewengkan, yang jadi korban masyarakat (pelayanan)," ujarnya.

Baca Lainnya