Jumat, 28 Agustus 2020 15:48

Anak Jalanan juga Butuh Pendidikan Seperti di Alun-alun Cimahi

Penulis : Fery Bangkit 
Belasan anak jalanan berkumpul di Alun-alun Kota Cimahi saat Mengikuti Pembelajaran yang Diberikan Oleh Relawan.
Belasan anak jalanan berkumpul di Alun-alun Kota Cimahi saat Mengikuti Pembelajaran yang Diberikan Oleh Relawan. [Foto Istimewa]

Cimahi - Belasan anak jalanan berkumpul di Alun-alun Kota Cimahi. Bukan untuk mengamen atau sekedar nongkrong, tapi mereka mengikuti pembelajaran yang diberikan para relawan.

Kegiatan tersebut diinisiasi perempuan bernama Rose Else (45), sebagai Ketua Rose yang juga Ketua Gerakan Rakyat Cinta Indonesia (Gercin) Kota Cimahi. Ia juga giat sebagai
instruktur yang biasa memimpin senam ibu-ibu di Alun-alun Kota Cimahi tiap Minggu.

Saat ditemui disela-sela kegiatan pembelajaran pada Jumat (28/8/2020), Rose menuturkan, awal mula ia memiliki ide untuk memberikan ilmu kepada para anak jalanan karena merasa mereka tetap butuh pendidikan meski sehari-harinya hidup di jalanan.

"Saya lihat anak jalanan, ajak mengobrol, kemudian tahu bagaimana pendidikannya. Dari situ saya ingin berbagi, kebetulan saya punya ilmu," kata Rose.

Kemudian, ia mengajak teman-temannya untuk ikut mengajar anak jalanan. Sejak saat itulah kegiatan belajar mengajar hidup di area publik di Kota Cimahi itu.

"Sudah dua bulan ini berjalan. Saya dibantu anggota dari Gercin, ada yang instruktur, guru, owner rias pengantin, macam-macam, kami saling membantu," katanya.

Sekolah anjal tersebut, terang Rose, digelar empat kali dalam seminggu. Setiap Senin, Rabu, Jumat, dan Minggu, dari jam 8.00 sampai jam 12.00 WIB. Ada tiga orang setiap harinya yang mendampingi mereka.

"Namun, saya selalu ikut mendampingi," ucapnya.

Dalam pemberian materi pembelajarannya, belasan anak jalanan yang berusia 7 sampai 18 tahun itu diberikan pembelajaran dari mulai membaca dan menghitung. Rata-rata mereka merupakan anak yang putus sekolah dan sama sekali belum pernah mengenyam pendidikan.

"Mereka kami ajarkan membaca dan berhitung. Umurnya itu dari 7 tahun sampai 18 tahun, tapi kami sebenarnya enggak lihat umur, karena ingin memberantas buta huruf," jelas Rose.

Untuk mengajak anjal belajar, terang dia, juga bukan perkara yang mudah. Ada kalanya saat pembelajaran ada anak yang pergi sejenak untuk mengamen, memarkir, dan lain-lain.

"Kami kasih makan juga kepada mereka, biar bisa fokus. Sejak perkenalan, dari rumah, saya sudah siapkan makan. Intinya sih jangan kasar, harus diarahkan pelan-pelan," tuturnya.

Setiap kali mengadakan sekolah anjal, Rose mengaku mengeluarkan uang minimal Rp 200 ribu dari kantong pribadinya. Sementara sekolah anjal digelar empat hari dalam sepekan.

"Saya ikhlas, saya enggak mengejar uang. Saya ingin anak-anak jalanan ini menjadi anak-anak yang cerdas, sehat, mandiri," tutur Rose.

Rose mengaku sudah berkoordinasi dengan Dinas Sosial dan Dinas Pendidikan setempat. Ke depan, dia ingin agar seluruh anjal yang belajar bisa memperoleh izasah program Paket A.

"Insyaallah kami juga akan difasilitasi rumah singgah dari pemerintah. Nanti rumah singgah itu dari pagi sampai siang dipakai untuk belajar, sore ke malam untuk jual makanan," katanya.

Salah seorang anjal, Rama Ramdhani (14) mengaku hanya bersekolah sampai kelas 5 SD. Pendidikan dasar tidak dia selesaikan karena ketiadaan biaya, apalagi kedua orangtuanya bercerai.

Setelah putus sekolah, dia lebih banyak tinggal di jalanan hingga akhirnya merasa nyaman menjadi anak jalanan. Meski begitu, Rama akhirnya mau ikut sekolah anjal setelah dibujuk.

"Kalau di Alun-alun, senang belajarnya bisa main juga. Kalau di sekolah, bosan, enggak santai," katanya.

Baca Lainnya