Selasa, 30 April 2024 22:21

80 Juta Buruh Informal Tak Terdaftar BPJS

Penulis : Bubun Munawar
Pengurus dan Anggota Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia mempersiapkan rencana aksi May Day, Selasa (30/1/2024)
Pengurus dan Anggota Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia mempersiapkan rencana aksi May Day, Selasa (30/1/2024) [instagram@fsbpi]

Limawaktu.id, Jakarta - Buruh informal di Indonesia tidak terdata dengan baik. Bahkan ada sekitar 80 juta buruh informal tidak terdaftar dalam BPJS.

Hal tersebut disampaikan  Jumisih dari FSBPI (Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia).

Dia menyatakan praktik kekerasan dan diskriminasi baik verbal, fisik, psikologis, maupun seksual, masih dialami buruh perempuan.

“Buruh perempuan yang sudah cuti haid mengalami pemeriksaan haid. Ini menghantui buruh perempuan yang merasa dilecehkan,” katanya dalam siaran persnya, Selasa (30/4/2024).

Apalagi, katanya, buruh informal di Indonesia tidak terdata dengan baik. Sekitar 80 juta buruh informal tidak terdaftar dalam BPJS.

Dia menjelaskan, Seruan FSBPI pada May Day 1 Mei 2024 di antaranya mencabut UU Cipta Kerja. Sebab dunia kerja tidak aman, sehat, dan selamat bagi buruh perempuan.

FSBPI juga menyerukan revisi UU Nomer 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja sudah tidak layak dan ketinggalan zaman. “Ini tidak dapat mengcover kecelakaan kerja,” jelasnya.

Seruan lain datang dari KIARA (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan). Inggar dari KIARA mengatakan perempuan nelayan dan buruh pekerja perikanan merupakan kelompok paling rentan di industri perikanan tanpa perlindungan memadai dari pelaku perusahaan dan pemerintah.

Perempuan nelayan bekerja dalam kondisi berbahaya seperti cuaca buruk, lingkungan laut tidak stabil. Tidak adanya perlindungan kerja meningkatkan risiko kecelakaan kerja pada perempuan nelayan. Padahal, kontribusi perempuan nelayan mulai dari pengolahan sampai pemasaran, “Mereka bekerja 17 jam sehari,” katanya.

Meski begitu, sampai saat ini perempuan nelayan masih belum diakui sebagai nelayan. Nihilnya pengakuan terhadap profesi perempuan nelayan pada kolom KTP mengakibatkan perempuan nelayan kurang mendapatkan sosialisi keamanan dan keselamatan kerja, termasuk pemenuhan hak-haknya.

“Harapannya ada pengakuan dari kontribusi mereka, termasuk perlindungannya. Terlebih kita sebagai masyarakat maritim,” jelas Inggar.

Baca Lainnya